25 Februari 2010

Utang Klub Inggris Tembus Separuh Utang Eropa

Utang yang ditanggung klub-klub Liga Inggris sudah mencapai tahap mengkhawatirkan. Utang itu sudah melebihi separuh utang-utang klub di Eropa.

09 Februari 2010

Alamat Media di Indonesia

Berikut ini alamat redaksi Media di Indonesia, untuk kebenarannya silahkan cek kembali di website masing-masing.

1. ANTARA
Wisma ANTARA Lt 19-20,
Jl Medan Merdeka Selatan No. 17, Jakarta 10110
Telp. (021) 3459173, 3802383, 3812043, 3814268.
Fax. (021) 3840907, 3865577
Email : redaksi@antara.co.id,
letter@antara.co.id,
newsroom@antara.co.id

2. BERITA KOTA
Delta Building Blok A 44-45,
Jl Suryopranoto No 1 – 9 Jakpus 10160.
Telp. (021) 3803115.
Fax. (021) 3808721
Email : berikot@biz.net.id

3. BISNIS INDONESIA
Wisma Bisnis Indonesia, Lt 5 – 8,
Jl. KH Mas Masyur No. 12 A Jakpus 10220
Telp. (021) 57901023.
Fax. (021) 57901025
Email : redaksi@bisnis.co.id.
SMS : 021-70642362

4. DETIK.COM
Aldevco Octagon Building - Lantai 2
Jl. Warung Buncit Raya No.75, Jakarta Selatan 12740
Telp. (021) 794.1177.
Fax. (021) 794.4472
Email : redaksi@staff.detik.com

5. HARIAN TERBIT
Jl. Pulogadung No. 15,
Kawasan Industri Jaktim 13920.
Telp. (021) 4603970.
Fax. (021) 4603970
Email : terbit@harianterbit.com.
Sms Korupsi : 0817-9124842

6. SENTANA
Jl. Rawa Teratai II/6, Kawasan Industri
Pulo Gadung, Jakarta Timur 13930.
Telp. (021) 4618318
Fax. (021) 4609079
Email : redaksi_sentara@plasa.com,
harianumumsentana@yahoo.com

7. INDOPOS
Gedung Graha Pena Indopos,
Jl Kebayoran Lama No 12 Jakarta.
Telp. (021) 53699556.
Fax. (021) 5332234
Email : editor@indpos.co.id,
indopos@jawapos.co.id.
Sms Anti Korupsi : 08121945429

8. INVESTOR DAILY
Jl. Padang No. 21 Manggarai, Jakarta Selatan.
Telp. (021) 8311326-27,
Fax. (021) 8310939
Email : koraninvestor@investor.co.id

9. KOMPAS
Jl. Palmerah Selatan No. 26-28, Jakarta 10270
Telp. (021) 5347710/20/30, 5302200.
Fax. (021) 5492685
Email : kompas@kompas.com

10. KORAN TEMPO
Kebayoran Centre Blok A11-A15,
Jl. Kebayoran Baru Mayestik, Jakarta 12240
Telp. (021) 7255625.
Fax. (021) 7255645, 7255650
Email : koran@tempo.co.id,
interaktif@tempo.co.id

11. MEDIA INDONESIA
Kompleks Deta Kedoya,
Jl. Pilar Raya Kav. A-D, Kedoya Selatan, Jakarta Barat.
Telp. (021) 5812088.
Fax. (021) 5812102, 5812105
Email : redaksi@mediaindonesia.co.id,
Opini : redaksimedia@yahoo.com

12. NON’STOP
Graha Pena, Lt 8 – 9,
Jl. Kebayoran Lama No. 12 Jaksel 12210
Telp. (021) 53699507 ext 20 & 40. Fax. (021) 53671716, 5333156

13. POS KOTA
Jl. Gajahmada No. 100 Jakarta 11180
Telp. (021) 6334702.
Fax. (021) 6340341, 6340252
Email : redaksi@harianposkota.com
14. RAKYAT MERDEKA
Gedung Graha Pena Lt 8,
Jl. Kebayoran Lama No 12 Jaksel 12210Telp.
(021) 53699507.
Fax. (021) 53671716, 5333156
Email : redaksi@rakyatmerdeka.co.id. Sms Rakyat Merdeka : 0818167256 Email : dprm_online@plasa.com

15. BISNIS HARIAN
Telp. (021) 53699534.
Fax. (021) 53699534
Email. : bisnisharian@yahoo.com

16. REPUBLIKA
Jl Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510
Telp. (021) 7803747.
Fax. (021) 7983623 Email : sekretariat@republika.co.id

17. SEPUTAR INDONESIA
Menara Kebon Sirih Lt. 22
,Jl. Kebon Sirih Raya No. 17-19 Jakarta 10340.
Telp. (021) 3929758.
Fax. (021) 3929758, 3927721
Email : redaksi@seputar-indonesia.com. SMS Sindo : 08888010000

18. SINAR HARAPAN
Jl. Raden Saleh No. 1B-1D Cikini, Jakarta Pusat 10430
Telp. (021) 3913880.
Fax. (021) 3153581
Email : redaksi@sinarharapan.co.id,
info@sinarharapan.co.id, opinish@sinarharapan.co.id

19. SUARA KARYA
Jalan Bangka Raya No 2 Kebayoran Baru Jakarta 12720
Telp. (021) 7191352 dan 7192656.
Fax. (021) 71790746 Email : redaksi@suarakarya-online.com

20. SUARA PEMBARUAN
Jl. Dewi Sartika 136 D Jakarta 13630
Telp. (021) 8014077, 8007988.
Fax. (021) 8007262, 8016131
Email : koransp@suarapembaruan.com.
Sms Forum Warga : 0811130165 E-mail : komentarsp@suarapembaruan.com

21. THE JAKARTA POST
Jl. Palmerah Selatan 15, Jakarta 10270, Indonesia
Telp. (021) 5300476, 5300478.
Fax. (021) 5492685
Email : editorial@thejakartapost.com

22. WARTA KOTA
Jl. Hayam Wuruk 122 Jakarta 11180
Telp. (021) 2600818. Fax. (021) 6266023
Email : mailto:warkot@indomedia.com,
Sms Curhat : 081585490313
Sms Unek-Unek : 081514302389
Sms Kate Aye : 081584317364

23. KOMPAS CYBER MEDIA
Fax. (021) 5360678, kcm@kompas.com

24. FORUM KEADILAN
Jl. Palmerah Barat No 23C,
Jakarta Barat 12210
Telp. (021) 53670832.
Fax. (021) 53670832 Email : redaksi@forum.co.id

25. GATRA
Gedung Gatra,
Jl. Kalibata Timur IV No. 15 Jakarta 12740
Telp. (021) 7973535.
Fax. (021) 79196941 – 42 Email : redaksi@gatra.com

26. INVESTOR
Jl. Padang No. 21 Manggarai Jakarta 12970.
Telp. (021) 8280000.
Fax. : (021) 8311329, 83702249
Email : redaksi@investor.co.id

27. KONTAN
Gedung Kontan,
Jl. Kebayoran Lama No 1119 Jakarta 12210.
Telp. (021) 5357636. Fax. (021) 5357633 Email : red@kontan-online.com

28. PROSPEKTIF
Gedung Teja Buana Lt.2,
Jl Menteng Raya No 29 Jakarta 10340
Telp. (021) 3101427. Fax. (021) 3102310 Email : info@prospektif.com



29. SWA
Jl. Taman Tanah Abang III/23
Jakarta Pusat 10160
Telp. 3523839. Fax. (021) 3457338, 3853759
Email : swaredaksi@cbn.net.id

30. TEMPO
Jl. Proklamasi No. 72 Jakarta 10320
Telp. (021) 3916160. Fax. (021) 3921947
Email : tempo@tempo.co.id

31. TRUST
Jl. KH Wahid Hasyim No. 24 Menteng,
Jakarta 10350
Telp. (021) 3146061. Fax. (021) 31464111
Email : redaksi@majalahtrust.com

32. WARTA EKONOMI
Gedung Warta, Jl Kramat IV No. 11 Jakarta 10430
Telp. (021) 3153731. Fax. (021) 3153732
Email : redaksi@wartaekonomi.com

33. LAMPUNG POST
Jl. Soekarno Hatta 108 Rajabasa Bandar Lampung
Email : redaksilampost@yahoo.com

34. RADAR LAMPUNG
Jl. Sultang Agung 18 Kedaton Bandar Lampung
Email : radar@lampung.wasantara.net.id

35. SUARA MERDEKA
Jl. Raya Kaligawe KM.5 Semarang
Email : humainia@yahoo.com

36. WAWASAN
Jl. Pandanaran II / 10 Semarang 50241
Email : redaksi@wawasan.co.id

37. BERNAS(Mimbar Bebas)
Jl. IKIP PGRI Sono SewuYogyakarta 55162
Email : bernasjogja@yahoo.com

38. KEDAULATAN RAKYAT
Jl. P. Mangkubumi 40-42 Yogyakarta
Email : redaksi@kr.co.id

39. JAWA POS
Gedung Graha PenaJl. Ahmad Yani 88 Surabaya 60234
Email : editor@jawapos.co.id

40. PONTIANAK POS
Email : mailto:redaksi@pontianakpost.com

41. PIKIRAN RAKYAT.
Email : mailto:redaksi@pikiran-rakyat.com

42. KALTIM POST
Email : redaksi@kaltimpost.net

43. BALI POST
Email : balipost@indo.net.id

44. SOLO POS
Griya Solo PosJl. Adi Sucipto 190 Solo
Email : redaksi@solopos.net

45. SURYA
Jl. Margorejo Indah D-108 Surabaya
Email : surya1@padinet.com

46. SRIWIJAYA POST
Jl. Jend Basuki Rahmat 1608 BCD Palembang 30129
Email : sripo@mdp.net.id

47. RIAU POS
Jl. Raya Pekanbaru Bangkinang KM 1,5
Email : redaksi@riaupos.co.id

48. BANJARMASIN POST
Gedung Palimasan Jl. Mt. Haryono 143/54Banjarmasin, Kalsel
Email : bpost@indomedia.com

49. MANADO POST
Email : mdopost@mdo.mega.net.id

sumber:
http://kubukubuku.blogspot.com/2009/07/alamat-redaksi-media.html

26 September 2009

Ciptakan Topik Hangat di Google, Blogger Menangkan Ganti Rugi

SAN FRANSISCO - Seorang blogger menerima pengembalian uang ganti rugi sebesar 600 euro dari agen perjalanan wisata Thomson Holidays setelah komplain dalam blognya menyebar di internet dan menjadi topik pencarian teratas dalam mesin pencarian Google.

Blogger bernama Andrew Sharman itu akhirnya memenangkan perkara dengan agen perjalanan wisata Thomson Holidays. Karena gagal mencapai kesepakatan dengan Thomson, Sharman kemudian menuliskan pengalaman buruknya saat berlibur ke Tunisia menggunakan jasa Thomson pada blognya.

Tak disangka, tulisannya itu menarik perhatian para pengguna internet dan dibaca oleh lebih dari 10.000 orang. Hanya dengan mengetikkan keyword 'Thomson Tunisia trip' dan 'Thomson Tunisia review' pada mesin pencarian Google, hasil pencarian langsung mengarahkan pengguna untuk mengakses blog milik Sharman tersebut.

Web User, Kamis (17/9/2009), melansir, sebelumnya Sharman menulis surat sepanjang 10 halaman kepada Thomson yang berisi keluhannya ketika mengunjungi Marhaba Palace Hotel di Port El Kantaoui, Tunisia. Namun enam minggu kemudian, pihak Thomson hanya mengkonfirmasi bahwa mereka telah menerima surat keluhannya tanpa berbuat apa-apa.

Sharman yang juga seorang perancang web sekaligus agen merketing online kemudian memutuskan untuk mempublikasikan tulisannya tersebut melalui blognya yang kemudian berbedar luas dan menjadi topik pencarian teratas pada Google.

"Ketika saya mulai menyerang mereka melalui Google barulah mereka mulai menanggapi keluhan saya," kata Sharman.

Selain mengembalikan uang Sharman, pihak Thomson juga mengeluarkan kesepakatan agar Sharman meralat isi blog dengan menyebutkan masalah diantara kedua belah pihak telah diselesaikan dengan cara damai. (rah)

Sumber Okezone.com

Pendiri Google, Orang Paling Berpengaruh di Dunia Teknologi

CALIFORNIA - Pendiri Google, Sergey Brin dan Larry Page berada di urutan teratas dalam daftar orang paling berpengaruh di dunia teknologi.

Berdasarkan penilaian majalah gadget T3, Brin dan Page dinilai telah melakukan inovasi terbesar dengan membuat mesin pencari Google, dan melakukan inovasi lainnya seperti browser Google Chrome dan sistem operasi Google Android dan layanan kontroversial Google Street view.

Seperti dilansir Telegraph, Senin (21/9/2009), majalah T3 mengeluarkan daftar 100 orang paling berpengaruh di dunia teknologi.

Di urutan kedua bertengger, pendiri Twitter, Evan Williams. Twitter dinilai sebagi situs mikroblogging yang paling cepat melesat pada tahun 2008 hingga 2009.

Selain Williams, CEO layanan music-streaming Spotify, Daniel Ex juga menduduki posisi tiga besar sebagai orang yang paling berpengaruh. Spotify telah membantu sekira dua juta pecinta musik untuk mendengarkan lebih dari enam juta lagu di Internet.

Sementara itu, CEO Apple, Steve Jobs hanya menempati urutan ketujuh dalam daftar tersebut. Daftar nama-nama orang berpengaruh lebih di dominasi oleh kaum pria. Tercatat nama perempuan hanya ada sembilan nama dalam daftar tersebut. Salah satu perempuan yang mendapatkan tempat adalah Martha Lane Fox, pendiri LAstminute.com yang meduduki urutan ke-37.

1. Sergey Brin dan Larry Page (Google)
2. Evan Williams (Twitter)
3. Daniel Ek (Spotify)
4. Stephen Fry (Selebriti)
5. Sir Howard Stringer (SONY)
6. Yong Nam (LG)
7. Steve Jobs (Apple)
8. Eric Schmidt (Google)
9. Mark Zuckerberg (Facebook)
10. Steve Ballmer (Microsoft) (srn)

Sumber Okezone.com

Kapal Pesiar Abramovich Dilengkapi Teknologi Anti-Paparazi

LONDON - Pemilik klub sepakbola Liga Premier Inggris, Chelsea, Roman Abramovich dikabarkan baru melengkapi kapal pesiarnya dengan teknologi canggih.


Kapal pesiar senilai USD1,2 miliar itu dipasangi sistem teknologi laser anti-paparazzi. Tujuannya agar, privasi miliuner asal Rusia itu tak terganggu dari kejaran paparazi.

Teknologi laser anti-paparazi itu mampu memindai setiap sensor elektronik yang terdapat di setiap kamera digital. Begitu kapal memindai adanya kamera di dekatnya maka secara otomatis kapal pesiar tersebut akan mengeluarkan laser yang membuat kamera tidak dapat mengambil gambar ke arah kapal, karena laser di bagian luar akan mengacaukan bidikan lensa kamera para paparazzi.

Namun, belum diketahui apakah teknologi tersebut dapat menghalau kerja kamera analog. Demikian dilansir SMH, Jumat (25/9/2009).

Apa yang dilakukan Abramovich memicu protes dari para fotografer yang sering mengambil gambar-gambar eksklusif para tokoh terkenal, seperti selebritis. Lokasi yang sering menjadi incaran fotografer tersebut antara lain kapal pesiar di wilayah-wilayah tertentu.

Kapal pesiar Abramovich diklaim sebagai kapal pesiar termewah, termahal, dan terbesar di dunia. Kapal pesiar tersebut memiliki dua kolam renang, dua helipad, dan fasilitas bioskop mini yang terpasang di 24 kamar.

Kaca jendela di kapal pesiar itu juga tahan peluru, bahkan sebentar lagi kapal pesiar itu akan dilengkapi sistem pertahanan dan persenjataan. Kapal yang pekan lalu bersandar di Hamburg tersebut dijaga oleh tim kemanan yang telah terlatih untuk menghadapi pembajakan.

Abramovic juga memiliki empat kapal lain yang diberi label 'Abramovich Navy'. Selain itu, pria kelahiran 24 Oktober 1966 itu memiliki pesawat jet pribadi, Boeing 767, tiga helikopter, dan sejumlah mobil sport papan atas. (stf)

Sumber Okezone.com

02 Maret 2009

Resensi buku Aceh Pungo

Oleh Baun Thoib Soaloon Siregar

Judul : Aceh Pungo
Penulis : Taufik Al Mubarak
Penerbit : Bandar Publishing Banda Aceh
Tebal Buku : 282+xxii Halaman
Cetakan : 1, Februari 2009
Harga : Rp.49. 000


Ketika saya mencari-cari buku referensi kuliah pada sebuah toko buku, tiba-tiba seseorang (entah penjual atau pembeli) nyeletuk: ”Aceh pungo, dua uroe teuk, kon le ureung Aceh nyang pungo, Batak-Batak pih kapungo.” Saya hanya menangkap potongan ungkapan tadi dan tidak tahu sama sekali pangkal ujung pembicaraan. Karena penasaran saya bertanya: “Pakon, Dek!” Ia lantas menunjuk sebuah buku pada rak bagian tengah, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Oh, ini rupanya “Aceh Pungo”. Lalu, apa kaitannya dengan Batak? Kenapa pula orang Batak harus ikut-ikutan pungo? Apakah ini terkait dengan demo maut yang terjadi di Medan baru-baru ini, atau...? Ah, daripada menduga-duga, lebih baik buku ini dibaca dulu, pikirku seketika.

Bersampul hitam pekat, buku terbaru terbitan Bandar Publishing (BP) Banda Aceh ini diberi judul “Aceh Pungo” (AP) dengan tulisan warna putih mencolok, tapi berkesan lusuh dan tampak retak-retak. Entah apa yang ingin divisualisasi melalui gambar sampul tersebut. Apakah ini potret Aceh yang tenggelam dalam kelam, Aceh yang tak terduga, Aceh yang malang dan berkabung, atau Aceh yang diselimuti kegelapan, kebodohan, keterbelakangan, dan kejahatan, di mana yang muncul dan tampak jelas di permukaan hanyalah sederet kegilaan? Atau ini sebuah simbol jubah hitam kebesaran dan kebanggaan mengusung identitas dan budaya kegilaan? Semua atau sebagiannya mungkin benar, tapi mungkin juga salah. Penulis tampaknya membiarkan kita menerka-nerka tafsir yang serba mungkin dalam rasa penasaran, kebingungan, dan keingintahuan. Sebab, biarpun warna hitam sering kali identik dengan sifat-sifat negatif dan jahat, tetapi dalam banyak hal, hitam juga menjadi penyelaras, pembeda, bahkan pemanis konfigurasi tampilan warna. Hitam juga dianggap warna netral yang bisa cocok dan berpadu dengan warna-warna lain dalam membangun citra estetika dan eksotis.

Menurut saya, buku ini dapat dikatakan sebagai cerita tentang fenomena keanehan dan kegilaan masyarakat modern dalam skop yang luas dalam bahasa “Aceh”. Artinya, meskipun mungkin terdapat penekanan pada lokalitas masyarakat Aceh dengan mengambil setting dan simbol-simbol ke-Acehan yang khas, namun substansi lika-liku keanehan/kegilaan sosial politik yang diangkat dalam buku ini sebenarnya jauh menembus batas-batas demografi Aceh Darussalam. Apakah ini terkait dengan konsep think globally act locally, saya tidak tahu pasti. Yang jelas, fenomena seperti korupsi, jilat-menjilat, praktik hedonisme, demokrasi paradoks, kontradiksi antara idealisme dan realisme, premanisme dan kekerasan, dan kejujuran dan kesederhanaan merupakan isu-isu global yang juga melanda masyarakat di bagian dunia yang lain atau setidaknya daerah lain di Nusantara. Uniknya, dan inilah salah satu yang membuat buku ini menarik dan layak dibaca oleh semua orang. Semua itu disampaikan dan dibungkus dengan apik dalam bahasa Aceh pungo dalam pengertian yang luas (bahasa kegilaan dan keunikan orang Aceh).

Buku setebal 282 plus xxii halaman ini ditulis oleh Taufik Al Mubarak, jurnalis muda yang bekerja di koran Harian Aceh. Buku ini merupakan kompilasi tulisannya pada Pojok Gampong yang diasuhnya di koran tempatnya menempa diri, ditambah beberapa tulisannya pada media lain. Buku dengan kata pengantar dari Muhammad Nazar (Wakil Gubernur Aceh) ini terdiri dari tiga bagian: (1) Politek Ureung Gampong (Politik Orang Kampung); (2) Politek Pungo (Politik Gila); dan (3) Politek Hana Titiek (Politik tanpa Titik). Sekilas, melihat ketiga judul bagian tersebut, pembaca akan mengira bahwa buku ini adalah buku politik. Sebenarnya tidak. Walaupun banyak tulisan yang beraroma politik, namun secara substansial, buku tidak sepenuhnya berbicara tentang politik. Ada aura lain di dalamnya seperti komunikasi, teknologi, agama, bahasa, filosofi, ekonomi, dan pendidikan. Saya tidak bisa memastikan alasan apa dibalik pencantuman judul tersebut. Mungkinkah penulis berniat mengetengahkan semua itu dalam perspektif politik? Tidak juga. Memang ada satu judul tulisan pada bagian ketiga yang menjadi judul bagian tersebut, tapi hal ini tidak berlaku pada bagian pertama dan kedua. Apa karena unsur psikologi pemasaran agar tampak sensasional dan menarik konsumen atau barangkali ini terkait dengan demam politik yang semakin merambah semua sudut kehidupan akhir-akhir ini sehingga semua hal selalu dikait-kaitkan dengan politik? Terserah pembaca.

Di antara kelebihan buku ini adalah kelihaian penulis dalam mengendus problematika sosial politik yang berkembang dalam masyarakat—yang kebanyakan tampaknya hanyalah persoalan-persoalan biasa dan nyaris tak menjadi perhatian publik, lalu mengemasnya dalam tulisan-tulisan bernada kritik yang simpel tapi tajam. Bahkan, dalam banyak tulisan justru sangat inspiratif (menggugah emosi dan kesadaran terhadap hal-hal yang sebelumnya terlewatkan begitu saja). Lebih lanjut, dengan plus minusnya, beberapa tulisan malah berbau propaganda dan cenderung provokatif, sebagaimana pengakuan penulisnya. Hal ini tentunya sangat bergantung pada posisi dan perspektif orang yang membaca. Bagi saya, dengan tetap mengedepankan etika, bentuk dan pola komunikasi haruslah mencerminkan tujuan dan mempertimbangkan kondisi mental dan psikologi sasaran. Jadi, berkomunikasi dengan orang bebal, tungang atawa klo prip tentu saja sangat berbeda dengan orang dengan kualitas indra dengar, pikir, dan renung yang masih jernih.

Dari segi penyampaian, buku ini memperkenalkan sebuah gaya yang khas dengan beberapa ciri umum seperti topik acuan yang merakyat dan diberi label yang memikat tapi sebisa mungkin cukup familiar di telinga pembaca, menggunakan gaya bercerita, sering kali dibungkus dalam dialog singkat yang didesain sedemikian rupa sehingga tampak ril dan hidup, dan konsisten dengan bahasa “pasar” yang lugas dan acap kali kocak sehingga enak dibaca sekaligus mudah dipahami. Meskipun pada beberapa tempat, penulis menggunakan simbolisme, tapi ia tidak membiarkan pembaca mencari tahu sendiri makna yang ingin disampaikannya, melainkan menuntut mereka secara tautologis tahap-demi tahap menuju medan makna. Terus terang dan terbuka tanpa terjebak dalam hiperbolisme, bahkan membuka selebar-lebarnya hal-hal yang tertutup dan terbungkus kepada khalayak, itulah gambaran lain dari karakter buku ini. Dengan demikian, secara sadar penulis telah beranjak jauh meninggalkan gaya-gaya penulisan yang eufimistis dan simbolis menuju disfimisme dan realisme. Maklum, zaman sudah berubah, tak ada yang mesti ditutupi. Jurnalisme harus konsisten sebagai media pencerahan dan pencerdasan masyarakat.

Dengan kelebihan dan kekurangannya, hal ini sangat berbeda dengan “Celoteh Budaya Politik Aceh” (CBPA) terbit tahun 2003 yang berisi kumpulan tulisan mantan bupati Bireun Mustafa A. Glanggang pada rubrik “Tingkap” di Harian Serambi Indonesia. Meskipun CBPA juga berupa kritik sosial, tapi buku ini mengandalkan ragam gaya bahasa simbolisme, eufimisme, dan personifikasi yang sering kali dibalut cerita fiktif dalam menggambarkan fenomena sosial budaya dan politik pada masanya. Gaya penulisan AP juga memiliki perbedaan dengan “Dari Panteu Menuju Insan Kamil” (DPMIK), kumpulan tulisan Ampuh Devayan dalam kolom ”Panteu” harian Serambi Indonesia yang terbit dalam bentuk buku baru-baru ini. DPMIK mengusung gaya penulisan yang lebih formal, bernuansa sastra dan lebih ilmiah.

Meskipun di satu sisi, gaya penyampaian yang demikian sangat positif dalam konteks pendidikan politik dan pembangunan iklim demokrasi dewasa ini, namun dalam tingkatan tertentu, penulis tampaknya tidak bisa melepaskan begitu saja unsur subjektivitas dan emosionalitasnya sebagaimana tercermin dari beberapa tulisannya. Oleh karena itu, bisa saja di kemudian hari ada pihak yang beranggapan bahwa penulis cenderung tendensius, bahkan cenderung terjerumus dalam sinisme, atau bahkan satire.

Desain dan tampilan buku ini cukup elegan dan menarik. Cuma saja di dalamnya tidak didapati lembaran yang memuat informasi tentang KDT (Katalog dalam Terbitan) serta informasi penting tentang cuplikan UU tentang Hak Cipta sebagaimana pada buku-buku terbitan lain. Selain itu, pemaksaan pencantuman judul baru pada lembaran baru membuat banyak sekali halaman yang kosong yang tidak terpakai sama sekali.

Menyangkut ejaan dan tata bahasa sebenarnya sudah cukup baik, namun penulisan kata “pungo” baik di halaman kulit maupun di dalam teks seharusnya dimiringkan karena kata tersebut termasuk kata asing yang belum terserap sepenuhnya ke dalam bahasa Indonesia. Terakhir, foto penulisnya sedang merokok pada halaman profil, kurang tepat. Sebab kondisi tersebut dapat memunculkan image yang negatif bagi sebagian pembaca. Sejatinya foto yang ditampilkan adalah foto netral tanpa rokok, agar penulisnya dapat diterima oleh semua kalangan pembaca.

Bagaimanapun, buku ini sudah cukup baik dan relatif mampu mewujudkan misinya sebagai kritik sosial yang berusaha memotret fenomena “kegilaan” dan keunikan masyarakat Aceh kontemporer dalam berbagai aspek. Meskipun sekian banyak topik tulisan dalam buku ini memang belum mampu menampung totalitas realita ke-pungo-an masyarakat Aceh dalam berbagai hal yang dengan susah payah dikorek penulisnya. Namun demikian, kerja keras ini pantas diapresiasi. Kita tentu tidak berharap ke-pungo-an ini berlanjut atau malah semakin menjadi-jadi apalagi sampai merembes ke masyarakat tetangga sebelah (Batak) sebagaimana celotehan pemuda di toko buku kemarin. Selamat kepada Taufik Al Mubarak, dan bagi pembaca, selamat membaca.

Penulis adalah Staff Balai Bahasa Lampineung Banda Aceh dan Pemenang Resensi Buku Pemikiran Ulama Dayah Aceh pada tahun 2007.

note: tulisan ini sudah dimuat di Tabloid Kontras edisi No.478 Tahun XI, 26 Februari-4 Maret 2009.

BUKU INI BISA DIDAPATKAN DI TOKO BUKU GRAMEDIA DI JAKARTA, BANDUNG, YOGYAKARTA, SURABAYA

13 November 2008

Tirulah Teknologi Kampanye Obama

Franklin Roosevelt menggunakan teknologi radio, John Kennedy melalui televisi, dan Barack Obama memanfaatkan internet untuk menggalang massa. Langkah ini bisa ditiru di Indonesia apalagi regulasi kampanye online dan SMS segera disahkan.

Regulasi kegiatan kampanye secara online yang sifatnya lintas sektoral, saat ini sedang dibahas Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Menteri Komunikasi dan Informasi Mohammad Nuh mengatakan dengan regulasi itu kampanye melalui media internet dan SMS menjadi legal sebagaimana media lain, seperti surat kabar atau majalah.

Fokus dalam menyusun regulasi itu hanya pada poin-poin yang dilarang saja. Kecuali yang dilarang, semua kegiatan kampanye secara online boleh dilakukan. Aturan kampanye yang diatur menyangkut larangan melakukan black campaign.

Sebelum akhir tahun, regulasi kampanye melalui media internet dan SMS sudah selesai. Regulasi dikebut karena tahun depan kegiatan kampanye sudah berlangsung, meski saat ini juga sudah dimulai.

Calon presiden Indonesia tampaknya tidak boleh menafikkan kekuatan internet untuk menarik pendukung. Obama secara dramatis meraih sukses memanfatkan media online untuk mengorganisir, menggerakkan dan mengumpulkan jutaan dolar dana kampanyenya.

Lebih dari 3 juta donor dengan sukarela menyediakan uangnya untuk mendukung kampanye Obama. Pasukan sukarelanya yang mencapai lebih dari satu juta orang, juga secara serentak menelpon pemilih saat hari H pemungutan suara.

Saat pemilihan berlangsung, lebih dari lima juta user mengakses pidato Obama melalui YouTube. Obama juga menggunakan media SMS untuk mengingatkan jutaan pemilih baru, kapan dan kemana bisa melakukan pencoblosan.

Setahun lalu, setelah mengunjungi kantor Google di Mountain View, Obama mengatakan setelah memanfaatkan teknologi untuk kampanye, ia yakin akan berhasil menjalankan pemerintahan. Ia mengatakan perlu perangkat baru untuk menjalankan pemerintahan yaitu internet.

"Kita memiliki cara komunikasi abad 21, bicara langsung ke masyarakat Amerika. Itu akan membuat saya bisa berinteraksi dengan masyarakat secara langsung dalam upaya meningkatkan demokrasi dan memperkuat pemerintahan,”

Obama juga bersumpah untuk lebih transparan di pemerintahannya. Dia bahkan menjadi sponsor pendukung "Google for Government" yang fungsinya untuk membuat database (usaspending.gov) untuk menelusuri belanja keuangan negara. Obama juga menunjuk chief technology officer untuk mengintegrasikan teknologi ke seluruh aspek kehidupan.

Obama bisa jadi akan menggantikan pidato kepresidenan tiap hari Sabtu lewat radio menjadi pidato melalui YouTube yang bisa diakses secara global. Pidato ini juga diterjemahkan dalam banyak bahasa.

Namun masih ada pertanyaan bagaimana pemerintahan Obama menjaga pasukannya dan pendukungnya untuk tetap terorganissir dan tidak terlupakan? Juga bagaimana jutaan sukarelawan Obama yang mendukung kampanyenya terlibat dalam pengambilan kebijakan dan pembuatan undang-undang yang merepotkan?

Pemerintahan Obama bisa saja membuat jaringan yang bisa berinteraksi dengan gedung putih dan tetap mempertahankan barackobama.com. Saat masa kampanye, Obama pernah mendapat cercaan dari pendukungnya karena mendukung penyadapan.

Hampir 30 ribu pendukungnya membentuk oposisi yang melawan keputusan itu, namun Obama dan pembantunya bertindak gesit dengan membuka saluran online untuk mendiskusikan masalah itu.

sumber: inilah.com

20 Oktober 2008

Teungku Hasan di Tiro dan Pemikirannya

Minggu, 19 Oktober 2008 | 03:00 WIB

Oleh Maruli Tobing

Baru beberapa tahun kemerdekaan diproklamasikan, perang saudara melanda Indonesia. Pemimpin tertinggi Darul Islam/Tentara Islam Indonesia, SM Kartosoewirjo, menolak mengakui keberadaan RI. Sementara Soekarno menuding Kartosoewirjo membentuk negara dalam negara.


Atas perintah PM Ali Sastroamidjojo yang nasionalis sekuler, tahun 1954 angkatan udara mulai melancarkan pengeboman secara membabi buta atas desa-desa yang dikuasai Tentara Islam Indonesia (TII). Pasukan dari Pulau Jawa kemudian diterjunkan dari udara dan membakari rumah-rumah penduduk.

Ribuan penduduk tewas dan ribuan lainnya cedera. Isak tangis terdengar di sana-sini. Pada saat itulah seorang mahasiswa Indonesia asal Aceh yang belajar ilmu hukum internasional di University of Colombia (AS) dan bekerja sebagai staf perwakilan Indonesia di PBB, New York, mengirim surat kepada PM Ali Sastroamidjojo.

New York, 1 September 1954 Kepada Tuan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo Jakarta Dengan hormat,

Sampai hari ini sudah lebih setahun lamanya Tuan memegang kendali pemerintahan atas tanah air dan bangsa kita. … Tuan tidak mempergunakan kekuasaan yang telah diletakkan di tangan Tuan itu untuk membawa kemakmuran, ketertiban, keamanan, keadilan dan persatuan di kalangan bangsa Indonesia. Sebaliknya Tuan telah dan sedang terus menyeret bangsa Indonesia ke lembah keruntuhan ekonomi dan politik, kemelaratan, perpecahan, dan perang saudara.

Belum pernah selama dunia berkembang, tidak walaupun di masa penjajahan, rakyat Indonesia dipaksa bunuh membunuh antara sesama saudaranya secara yang begitu meluas sekali sebagaimana sekarang sedang Tuan paksakan di Aceh, di Jawa Barat, di Jawa Tengah, di Sulawesi Selatan, di Sulawesi Tengah dan Kalimantan.

...........................

Dan Tuan mengatakan bahwa Tuan telah memperbuat semua ini atas nama persatuan nasional dan patriotisme. Rasanya tidak ada suatu contoh yang lebih tepat dari pepatah yang mengatakan bahwa patriotisme itu adalah tempat perlindungan yang terakhir bagi seorang penjahat.

Sampai hari ini sembilan tahun sesudah tercapainya kemerdekaan bangsa, sebagian besar bumi Indonesia masih terus digenangi darah dan air mata… yang kesemuanya terjadi karena Tuan ingin melakukan pembunuhan terhadap lawan-lawan politik Tuan. Seluruh rakyat Indonesia menghendaki penghentian pertumpahan darah yang maha kejam ini....

Persoalan yang dihadapi Indonesia bukan tidak bisa dipecahkan, tetapi Tuanlah yang mencoba membuatnya menjadi sukar. Sebenarnya jika Tuan mengambil keputusan buat menyelesaikan pertikaian politik ini dengan jalan semestinya, yakni perundingan, maka besok hari juga keamanan dan ketenteraman akan meliputi seluruh tanah air kita.

Oleh karena itu, demi kepentingan rakyat Indonesia, saya menganjurkan Tuan mengambil tindakan berikut:

1. Hentikan agresi terhadap rakyat Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan.

2. Lepaskan semua tawanan-tawanan politik dari Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan.

3. Berunding dengan Teungku Muhammad Daud Beureuh, SM Kartosoewirjo, Abdul Kahar Muzakar, dan Ibnu Hajar.

Jika sampai tanggal 20 September 1954, anjuran-anjuran ke arah penghentian pertumpahan darah ini tidak mendapat perhatian Tuan, …. saya dan putra-putri Indonesia yang setia, akan mengambil tindakan-tindakan.....

Saya

Hasan Muhammad di Tiro

Saat itu Hasan di Tiro bukanlah sosok yang dikenal di kalangan pemimpin Indonesia. Tadinya ia hanyalah seorang mahasiswa hukum di Universitas Islam Yogyakarta, yang memperoleh beasiswa melanjutkan pendidikan di AS, tahun 1950.

Pada bagian akhir suratnya, pemuda Hasan yang lahir tahun 1925 di Desa Tanjong Bungong, Kecamatan Kuta Bakti, Kabupaten Pidie (NAD), mengancam akan mengobarkan kampanye internasional untuk membeberkan kebrutalan tersebut, dan ”kami akan mengusahakan bantuan moral dan materiel bagi Republik Islam Indonesia dalam perjuangannya menghapus rezim teroris Indonesia.”

Bangsa yang semu

Hasan Tiro memberi batas waktu bagi PM Ali untuk menghentikan agresi militernya selambat-lambatnya 20 September 1954. Pemerintah Indonesia menjawab dengan mengultimatum Hasan Tiro kembali ke Indonesia selambat-lambatnya tanggal yang sama.

Keduanya ternyata tidak memenuhi batas waktu yang ditetapkan. Hasan Tiro segera menyatakan dirinya sebagai duta keliling dan wakil tetap NII di AS serta PBB. Sementara Pemerintah RI mengambil tindakan dengan membatalkan paspor Hasan Tiro dan meminta AS mengusirnya.

Pihak Imigrasi AS di New York sempat menahan Hasan Tiro. Ia dibebaskan dengan uang jaminan 500 dolar AS. Belakangan, Pemerintah AS memberinya izin tinggal dan kewarganegaraan.

Sejak itu Hasan Tiro aktif berkampanye di forum-forum internasional. Mendesak negara-negara Islam agar memboikot Konferensi Asia Afrika 1955 di Bandung. Alasannya, Pemerintah RI telah membunuh para ulama di Aceh, Jabar, Jateng, Sulsel, Sulteng, dan Kalsel. Hasan Tiro juga membuat laporan ke PBB.

Perwakilan Indonesia di PBB membantahnya dan menyebut Republik Islam Indonesia yang diwakili Hasan Tiro hanya sebuah imajinasi. Republik tersebut belum pernah ada, kecuali gerombolan bersenjata yang menimbulkan gangguan keamanan.

Tahun 1957, Hasan Tiro menulis buku, Demokrasi untuk Indonesia, dalam bahasa Melayu dan Inggris. Buku tersebut mengupas konsep kebangsaan dan mengkritik pemahaman Bung Karno mengenai bangsa, demokrasi, dan Pancasila.

Menurut Hasan Tiro, Indonesia adalah nama yang muncul pada abad XIX. Jauh sebelumnya di Nusantara sudah lahir kerajaan-kerajaan berdaulat. Tetapi, Soekarno menganggap apa yang ada dalam angan-angannya mengenai suatu bangsa bernama Indonesia adalah kenyataan.

Maka bukan hal mengejutkan jika Pemerintah RI begitu gampangnya melakukan bumi hangus. Bahkan tidak ada orang yang peduli. Padahal jika bangsa Indonesia merupakan sesuatu yang nyata, peristiwa ini akan membangkitkan solidaritas. Lagi pula tidak ada pemerintah di dunia ini yang tega membantai bangsanya sendiri, kecuali terhadap bangsa lain.

Ironisnya, Soekarno mengira penderitaan yang sama di bawah penjajahan kolonial dapat mengikat berbagai suku bangsa menjadi suatu bangsa yang bersatu. Ia lupa bahwa kolonial Belanda menguasai luar Jawa baru pada abad XIX. Sementara Jawa dijajah belanda pada abad XVII. Dengan sendirinya, derajat penderitaannya juga berbeda.

Menurut Hasan Tiro, pemikiran Soekarno mewakili apa yang disebut sinkretisme Jawa. Salah satu produknya adalah Pancasila, yang diklaim Soekarno digali dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

Hasan Tiro berkesimpulan, satu-satunya yang bisa mengikat penduduk Nusantara dan melahirkan rasa kebersamaan sebagai suatu bangsa adalah agama Islam. Agama yang dianut mayoritas penduduk sejak ratusan tahun silam.

Membangun basis gerilya

Dalam perjalanan waktu, pemikiran Hasan Tiro ikut mengalami perubahan. Ia kecewa setelah berakhirnya perlawanan DI/TII. Para pemimpin DI/TII lebih banyak memilih menyerah ketimbang memperjuangkan cita-citanya sampai titik darah terakhir.

Ia kemudian membandingkan perjuangan bersenjata di berbagai negara dan menyimpulkan, stamina separatisme ternyata jauh lebih kuat ketimbang sekadar mengganti ideologi negara. Secara historis dan kultural hal ini terbukti dalam perlawanan rakyat Aceh terhadap kekuasaan kolonial Belanda.

Sosok Hasan Tiro sendiri tahun 1970-an berubah menjadi pengusaha sukses di New York, AS. Hubungannya yang dekat dengan pemimpin Timur Tengah ikut memperlancar bisnisnya. Ia pernah menjadi penasihat Raja Faisal dari Arab Saudi dalam konferensi Islam internasional, tahun 1974. Berkat hubungannya dengan Khadafy, pemimpin Libya, ia dapat mendatangkan pemuda Aceh mengikuti latihan militer di negara tersebut.

Pada usia 51 tahun, Hasan Tiro akhirnya memutuskan kembali ke Aceh untuk mengawali suatu bentuk perjuangan baru, yakni Aceh merdeka. Dalam bukunya Price of Freedom: Unfinished Diary of Hasan Di Tiro (1984), ia menulis, dalam usia seperti ini sungguh tidak mudah meninggalkan bisnis yang sukses, kemewahan New York, serta anak dan istri yang cantik. Apalagi harus bergerilya di hutan belantara.

Hasan Tiro akhirnya berangkat ke Malaysia dan menyeberang Selat Malaka dengan menumpang perahu nelayan. Dengan berbekal tiga pistol dan dua senjata berburu, doublelope, Hasan Tiro bersama belasan orang membangun basis gerilya di kawasan hutan gunung Halimun.

Tokoh masyarakat dan ulama datang silih berganti dan menanyakan, mana senjatanya? Hasan Tiro menjawab, senjata bukan hal segalanya. Pada masa lalu banyak senjata peninggalan Jepang, tetapi tidak membawa hasil apa-apa. Hal yang lebih penting dari senjata adalah membangkitkan kesadaran melalui pendidikan dan propaganda.

Hasan Tiro mendeklarasikan kembali kemerdekaan Aceh, 4 Desember 1976, serta mendirikan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebagai bentuk pemerintahan darurat. Deklarasi ini disebarluaskan ke berbagai media internasional.

Akibatnya, rezim Soeharto murka dan mengirim ribuan algojo ke Aceh. Banjir darah kembali terjadi. Tetapi kali ini bersinergi dengan cita-cita perjuangan Aceh merdeka. Dengan kata lain, kebiadaban tersebut membuktikan bahwa mereka ditindas oleh kolonial Indonesia-Jawa. Maka perlawanan justru makin marak dari tahun ke tahun.

Hasan Tiro sendiri akhirnya tertembak dalam suatu pernyergapan TNI, tahun 1979. Pada tahun itu juga ia meninggalkan Aceh melalui jalur laut. Menurut Zakaria Saman, saat itu kaki Hasan Tiro keserempet peluru. Tetapi TNI mengumumkan ia tewas tertembak dan pengikutnya sempat melarikan mayatnya. Rezim Orde Baru beberapa kali mengumumkan Hasan Tiro meninggal.

Sumber: Kompas

Wali Nanggroe, Sang Pemimpin

Minggu, 19 Oktober 2008 | 01:37 WIB

Tanggal 11 September pagi, puluhan ribu manusia membanjiri Masjid Raya Banda Aceh hingga membeludak ke jalanan. Sebagian besar dari mereka datang sehari sebelumnya dari berbagai pelosok dengan menumpang truk, kendaraan pribadi, atau perahu nelayan.


Hari itu merupakan peristiwa luar biasa. Inilah kali pertama mereka akan melihat langsung Wali Nanggro (wali negara, sebutan bagi HasanTiro) yang akan tiba dari pengasingan selama 32 tahun.

Pria berusia 83 tahun ini adalah pendiri dan pemimpin tertinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM), yang melancarkan perjuangan bersenjata selama 29 tahun. Selama periode itu lebih kurang 15.000 rakyat Aceh tewas bersimbah darah. Selama itu pula empat Presiden Indonesia gagal memadamkan perlawanan ini dengan kekuatan militer.

”Kami mau merdeka, bukan berunding,” kata Hasan Tiro pada masa lalu. Maka sebelum menyaksikan sang Wali menginjakkan kakinya di bumi Aceh, sebagian pengikutnya meragukan perdamaian. Bahkan tidak sedikit masih menyimpan senjata api.

Komite Peralihan Aceh (KPA), organisasi yang menampung para mantan kombatan, berulang kali menyatakan kepulangan Hasan Tiro hanya untuk melepas rindu kampung halamannya. Tetapi, di balik itu kehadiran Hasan Tiro merupakan bukti sejelas-jelasnya bahwa perdamaian itu niscaya.

Atau seperti dikemukakan banyak orang, apa yang telah diputuskan wali tidak bisa ditawar-tawar lagi, kecuali oleh keputusannya sendiri. Di luar itu pilihannya hanya dua, pengkhianat atau ikut wali.

Itulah sosok Hasan Tiro, cicit pahlawan nasional Teungku Chik di Tiro, yang sangat dihormati rakyat Aceh. Dalam perang Aceh melawan kolonial Belanda, empat generasi keluarga Chik di Tiro hampir semuanya tewas. Kecuali wanita dan bayi. Ibu Hasan Tiro, cucu Chik di Tiro, salah satu di antara mereka yang selamat. Rakyat Aceh percaya, dalam tubuh Hasan Tiro mengalir darah biru keluarga Tiro.

Tentang Teungku Hasan di Tiro

Nama: Hasan Muhammad di Tiro
Lahir: 25 September 1925 di Desa Tanjong Bungong, Pidie (Aceh). Anak kedua dari pasangan Teungku Muhammad Hasan dengan Pocut Fatimah.
Pendidikan:
- Madrasah Blang Paseh di bawah asuhan Daud Beureueh - Normal School di Bireuen
- Atas rekomendasi Daud Bereueh, melanjutkan pendidikan ke Yogyakarta dan diterima di Fakultas Hukum UII. Sembari kuliah, ia bekerja sebagai staf PM Syafruddin Prawiranegara (1949-1951).
- Atas rekomendasi Syafruddin, Hasan memperoleh beasiswa Colombo Plan. Ia melanjutkan pendidikan di Colombia University dan memperoleh gelar doktor ilmu hukum internasional. Sembari kuliah, Tiro bekerja di perwakilan Indonesia di PBB. (1951-1954)
- Menlu NII-Aceh dan perwakilan tetap NII-Aceh di PBB (1954 - 1963) Kembali ke Aceh 30 Oktober 1976 - Mendeklarasikan Aceh merdeka dan membentuk GAM, 4 Desember 1997.
- Tertembak di kawasan hutan Gunung Halimun, 1979. Pada tahun itu juga meninggalkan Aceh melalui jalur laut. Pulang ke Aceh 11 September 2008. Hasan Tiro menikah dengan wanita AS dan dikaruniai seorang putra, Karim Hasan di Tiro, dan beberapa cucu.

sumber: Kompas