31 Maret 2013

Media Palestina Menghadapi Tekanan Pemerintah

RAMALLAH (IPS) – DENGAN langkah luar biasa, seorang warga sipil divonis setahun penjara karena mengunggah gambar di Facebook di mana Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas mengenakan kaos tim sepakbola Real Madrid dan berpose menendang bola. Hukuman itu merupakan salah satu contoh bagaimana media menjadi sasaran di wilayah Palestina.
Anas Saad Awad, 26 tahun, dari desa Awarta dekat Nablus, di utara Tepi Barat, mendapat hukuman dari pengadilan yang dipimpiin hakim Nablus dengan dakwaan “mengkritik pemerintah”. Awad tak bisa menghadiri persidangan itu saat hukuman itu dijatuhkan karena dia berada di tempat lain di gedung pengadilan.
Rima Al Sayed , pengacara Awad, mengatakan kliennya didakwa mereka-ulang gambar Abbas memakai kaos Real Madrid dengan keterangan: ‘striker baru’. Menurut Sayed, pengadilan Palestina menerapkan Pasal 195 dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Yordania, yang mengkriminalkan orang yang mengkritik raja Yordania.
Penggunaan hukum Yordania oleh pengadilan Palestina bukanlah sesuatu yang luar biasa. Selain Undang-Undang Dasar yang disahkan pada 2012, hukum Palestina merupakan gabungan dari undang-undang dan KUHP Mesir dan Yordania yang tersisa dari era Mandat Inggris. Namun penerapan hukum Yordania seringkali dipakai terhadap warga Paletina untuk perkara perselisihan buruh dan kejahatan “atas nama kehormatan” dan kebebasan berpendapat.
“Anak saya hanya berkomentar di Facebook,” kata ayah Awad. “Anda tahulah bagaimana anak muda berkomentar. Dia tak bermaksud menghina presiden. Saya minta presiden campur tangan secara pribadi untuk membatalkan putusan pengadilan.”
IPS tak bisa bicara langsung dengan pihak keluarga mengingat kemungkinan agen intelijen Palestina mengawasi telepon keluarga bersangkutan, dan bikin lebih banyak masalah bagi mereka.
Awad sebelumnya bermasalah dengan intelijen Palestina karena mengkritik Otoritas Palestina (PA). Dia ditangkap tapi kemudian cuma didenda dan dibebaskan.
“Ini tak pernah terjadi sebelumnya. Ini pertama kalinya hukuman dijatuhkan untuk warga biasa hanya karena berkomentar tentang Abbas. Komentarnya di Facebook bahkan tak kasar maupun kritis,” ujar Riham Abu Aitadari Pusat Pengembangan dan Kebebasan Media Palestina (MADA).
“Tahun lalu 10 jurnalis Palestina dari Gaza dan Tepi Barat ditangkap dan diinterogasi karena mengkritik Hamas maupun PA. Kebebasan media di wilayah Palestina berjalan buruk pada awal 2013,” kata Abu Aita.
“Hamas menangkap puluhan jurnalis di Gaza, dan pasukan keamanan Israel meningkatkan sasaran terhadap media Palestina dan luar negeri karena mereka berusaha menutupu protes yang berkembang di Tepi Barat.”
“Namun, PA jadi sangat sensitif selama beberapa bulan terakhir. Ini berkaitan dengan sensitivitas berlebihan atas kritik internasional menyusul dinaikkannya status PA sebagai negara pemantau non-anggota PBB dan tekanan yang diberikan organisasi-organisasi hak asasi manusia Palestina dan internasional,” ujar Abu Aita.
Salah satu strategi PA guna mencapai tujuannya, sebuah negara Palestina yang merdeka, adalah bergabung dengan Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) sebagai cara menekan untuk meminta pertanggungjawaban Israel, yang melakukan sejumlah pelanggaran hak asasi manusia berdasarkan hukum internasional atas perlakuannya terhadap rakyat Palestina.
Status PA di PBB hanyalah negara pemantau non-anggota, tapi mereka dapat meratifikasi perjanjian-perjanjian hak asasi manusia, termasuk Konvensi Internasional Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR) –pasal 19 yang menjamin kebebasan berekspresi.
PA berjanji menegakkan hak asasi manusia dan meratifikasi sejumlah konvensi, namun gagal melakukannya di sejumlah wilayah. Human Rights Watch mencatat, “patut dihargai bahwa kepemimpinan Palestina sedang mempelajari perjanjian-perjanjian itu; kelambanan dalam meratifikasi membuat surutnya keyakinan atas komitmen mereka untuk menegakkan hak-hak dan kebebasan yang fundamental.”
“Isu lain adalah ketakutan PA atas protes populer di Tepi Barat menyusul Musim Semi Arab yang menyapu seluruh kawasan itu, mengancam kediktatoran di belakangnya,” kata Abu Aita. “Pemerintahan Abbas juga ingin tampil dengan mengambil landasan moral yang tinggi terkait Hamas yang baru-baru ini mengkritik melalui pers atas tindakan kerasnya terhadap media di Gaza.”
Sementara aparat keamanan Abbas mampu mengendalikan jurnalis dan media di Tepi Barat sampai batas waktu tertentu, jejaring sosial terbukti jauh lebih sulit dikontrol meski ada pengawasan intensif.
Tahun lalu, pasukan keamanan Palestina memenjarakan sedikitnya tiga orang dengan tuduhan, dalam peristiwa terpisah, mengkritik pemerintah lewat situs jejaring sosial. Sasah satunya adalah seorang dosen universitas Palestina, yang ditahan karena menghina Abbas lewat Facebook.
Ironisnya, selagi PA mendorong rakyat Palestina melaporkan korupsi, pada April tahun lalu blogger Jamal Abu Rihan ditangkap karena meluncurkan kampanye Facebook menuntut diakhirinya korupsi.
Kantor Ma’an News menemukan bukti pemblokiran delapan situsweb yang kritis pada Abbad, sementara kolumnis Jihad Harb dihukum dua bulan penjara atas tuduhan pencemaran nama baik dan fitnah setelah mempertanyakan kroniisme di dalam pemerintahan Abbas.
“Namun, upaya PA menghancurkan pembangkangan jurnalis mental kembali,” ujar Abu Aita. “Apa yang kami temukan adalah para jurnalis Palestina menjadi pendukung kuat kebebasan media dan kian bertekad mendukungnya saat mereka kian jadi sasaran dan dilecehkan.” [Mel Frykberg]

Translated by Fahri Salam
Edited by Budi Setiyono
Naskah ini dipublikasikan atas kerjasama Yayasan Pantau dan IPS Asia-Pasifik