07 Mei 2010

AKU MATA HARI

Oleh Remy Sylado
Cerita dirinya yang dramatis itu memikat perhatian Père dan Soeur yang datang ke penjara, ditugaskan pemerintah untuk membina kerohaniannya sebelum menghadapi risiko paling buruk kematian yang sedang direka oleh otoritas Prancis di Paris.


Begini cerita Mata Hari kepada Père dan Soeur:
Aku Mata Hari. Aku minta dengan hormat kepada kalian, Père dan Soeur, sebagai orang yang memilih selibat di Prancis sini, janganlah segampangnya mencibiri bakat jalang-sundal-lacur.

Aku pelacur tulen.
Tapi aku penari sejati.
Dan aku Belanda berdarah Indonesia.

Nama Mata Hari adalah bahasa Indonesia untuk ’sun’ di Inggris, ’sonne’ di Jerman, ’soleil’ di Prancis, atau ’zon’ di Belanda, dan seterusnya.

Pernah juga orang menyebutku Lady MacLeod, mengikuti nama suamiku Rudolph John Campbell MacLeod, orang Skotland yang bekerja sebagai opsir untuk ketentaraan Belanda di Indonesia. Dan, sumpah demi ibuku, aku benci MacLeod karena dia lelaki yang paling tidak jujur di dunia.

Aku tidak boleh menyangkal pada suara hatiku, bahwa alasan yang mendorong kemauanku untuk menjadi pelacur adalah bakat.

Jangan kaget. Memang aku berpendapat begitu. Bahwa menurut pandanganku, bakat jalang-sundal-lacur adalah, percayalah, urusan Tuhan juga, bukan hanya iblis. Sulit memisahkan wilayah Tuhan dan wilayah iblis di dalam diri manusia, kalau yang dijadikan tempat persinggahan fitrah kebajikan dan fiil kejahatan, adalah hati manusia, dan hati manusia selamanya tidak swatantra.

Maksudku, keliru hanya menyalahkan iblis melulu, sementara di belakang kekuasaannya ada Tuhan yang memberi mandat leluasa untuk menguasai manusia. Begitu kesimpulan yang aku tarik dari membaca kisah tentang Nabi Ayub.

Aku rasa tidak perlu membahas itu dengan kalian berdua, Père dan Soeur, sebab aku tidak terpanggil bicara bertele-tele, sampai bibir lecet, atas sesuatu yang hanya merupakan wacana sekolahan dari orang-orang yang merasa pandai tapi tidak cerdik, dan orang-orang cerdik tapi tidak cendekia, sementara hati itu justru yang menentukan akal untuk berkesimpulan soal bakat.

Lebih dulu, aku harus menandaskan, bahwa aku bangga menjadi diriku seperti ini, adalah dasarnya karena keputusan hati itu.

Senyampang eksekusi terhadap diriku oleh otoritas Prancis belum dilaksanakan sebagai terdakwa penari dan pelacur yang menjadi agen ganda mata-mata Jerman dan Prancis, maka biarlah aku mengurai tentang alasan-alasan awal mengapa aku menjadi seperti ini.

Kisahnya harus dimulai dari Indonesia, pulau Jawa, asal darah ibuku Antje van der Meulen.
Rindu dan dendam di hatiku bergaung dari sana. [bersambung]

---sumber: Kompas Jumat, 7 Mei 2010 | 03:02 WIB

Artikel Terkait