HEBRON, Tepi Barat (IPS) – SEBUAH kelompok baru Palestina yang disebut Batalyon Gabungan Nasional (NUB), beranggotakan warga Palestina dari lintas spektrum politik, menyerukan pemberontakan rakyat Palestina atau intifada ketiga. Pada saat bersamaan, intelijen Israel memperingatkan kondisi di kawasan Tepi Barat sudah matang untuk revolusi rakyat Palestina berikutnya.
Peringatan ini muncul setelah adanya protes dan bentrokan antara tentara Israel dan pemuda Palestina di seluruh kota dan pinggiran kota di Tepi Barat selama sepekan, yang menewaskan Muhammad Salayma, 17 tahun, di tangan seorang penjaga perbatasan Israel di Hebron.
Sebuah video yang diedarkan selama seminggu oleh anggota-anggota NUB dari Hamas, Fatah, Jihad Islam, dan Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina (PFLP), mengumumkan pembentukan organisasi itu merupakan sarana konsolidasi perjuangan melawan Israel.
Kendati menekankan dukungan terhadap Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengakui Palestina sebagai negara peninjau non-anggota, mereka menyatakan akan berjuang untuk memulihkan “seluruh Palestina –dari laut hingga sungai.”
“Ini adalah awal dari Intifada rakyat Palestina ketiga, yang meledak dari jantung kota Hebron dan akan menyebar ke seluruh Palestina,” demikian pernyataan dalam video itu.
Anggota-anggotanya kemudian mengancam akan menculik tentara Israel bila Pasukan Keamanan Israel (IDF) tak menghentikan penangkapan warga Palestina. Jika Israel terus membunuh rakyat Palestina dengan impunitas, mereka akan membalasnya.
NUB juga menuntut penghapusan semua pos pemeriksaan IDF di Tepi Barat, membebaskan semua tahanan Palestina dari penjara-penjara Israel, penarikan warga Israel dari seluruh tanah Palestina yang diduduki, dan menyerahkan semua pendapatan pajak Israel yang dibayarkan Otoritas Palestina (PA) sejak PBB meningkatkan status Palestina.
NUB juga menuntut agar Israel membuka seluruh jalur perbatasan serta pasokan air dan listrik ke Jalur Gaza yang terkepung.
Kelompok ini mengeluarkan pernyataan pada Jumat lalu, hari penembakan fatal terhadap Salayma, setelah tentara Israel mengklaim bahwa Salayma mengancam mereka dengan pistol plastik. Namun, saat IPS bicara dengan anggota keluarga Salayma, gambaran ceritanya sungguh berbeda.
“Saya meragukan Muhammad punya pistol plastik. Saya percaya tentara Israel meletakkan senjata itu di dekatnya setelah menembaknya,” kata Muhammad Salayma Sr., paman korban yang juga seorang polisi PA.
“Saat itu hari ulangtahunnya dan dia keluar untuk membeli kue ulangtahun. Untuk sampai ke toko dia harus melewati pos pemeriksaan militer Israel dan melewatinya lagi ketika kembali ke rumah. Jika dia punya pistol tiruan, mesin x-ray (sinar elektromagnetik) akan mendeteksi,” kata Salayma kepada IPS.
“Dia pelajar yang bahagia dan pintar, dan mewakili tim gulat Palestina di Prancis. Dia sedang dalam perjalanan pulang rumah dengan kue ulangtahunnya dan kami harus percaya bahwa dia tiba-tiba mencoba mengalahkan sekelompok tentara Israel yang bersenjata berat dan terlatih dengan pistol plastik? Dia tidak sebodoh itu,” kata Nashim Salayma, 22 tahun, saudara sepupu Muhammad Salayma, kepada IPS.
Organisasi HAM Israel, Palestina, dan internasional telah mendokumentasikan segudang kasus selama bertahun-tahun di mana warga Palestina ditembak mati tentara Israel dalam perkara yang bisa diperdebatkan.
Namun, yang tak perlu diperdebatkan lagi: pembunuhan terakhir itu memicu kemarahan massa –ratusan pemuda Palestina tumpah ke jalan-jalan di Hebron pada Kamis lalu untuk melampiaskan amarah terhadap pasukan Israel, melemparkan batu dan membakar ban. Puluhan orang terluka dalam bentrokan berikutnya, beberapa luka serius oleh peluru tajam, peluru karet, dan gas airmata. Protes menyebar ke kota-kota dan pinggiran kota lainnya di Tepi Barat.
IPS menyaksikan bentrokan di Hebron sehari setelah pawai besar-besaran dari pendukung Hamas yang merayakan 25 tahun pembentukan organisasi itu.
Inilah kali pertama selama bertahun-tahun PA mengizinkan Hamas menggelar unjuk rasa di Tepi Barat. Ini juga menjadi langkah terbaru menuju rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah yang berafiliasi ke PA, dua faksi politik utama yang hingga kini saling bermusuhan.
Langkah kecil ke arah persatuan itu diikuti dengan meningkatnya kekuatan politik Hamas dalam perang Gaza terbaru, yang menyatukan rakyat Palestina dari seluruh faksi. Pasukan keamanan dari kedua kelompok juga secara drastis mengurangi jumlah penangkapan angota oposisi.
Akibatnya, kekuatan Hamas di Tepi Barat membesar. Ini, ditambah pemindahan sejumlah tahanan Hamas dari Gaza ke Tepi Barat yang akan dilakukan Israel, akan lebih mengkonsolidasikan kehadiran organisasi Islam itu di sini.
Selain itu, mempersiapkan basis perlawanan lain terhadap pendudukan Israel mungkin gagal atau bubar karena PA kekurangan dana akibat Israel terus menahan lebih dari satu juta dolar pajak warga Palestina.
PA adalah sumber penghidupan bagi ratusan ribu warga Palestina. Ketergantungan mereka, diprediksi para ahli terkemuka menyebabkan pengangguran massal, niscaya akan muncul dari pembubaran PA, yang akan membuat rakyat Palestina lebih putus asa.
Pembicaraan damai Israel-Palestina di titik nadir. Kemarahan rakyat Palestina kian memuncak dengan adanya serangan para pemukim Israel dan tak berhentinya penjarahan tanah Palestina. Di sisi lain, impian rakyat Palestina sebagai negara tersendiri kian mantap setelah meningkatnya pengakuan internasional.
Sementara itu, Shin Bet, badan intelijen dalam negeri Israel, menyatakan kerusuhan yang meluas di kawasan Tepi Barat dapat menyuburkan perkembangan suatu prasarana yang berpotensial mendukung intifada ketiga, menurut laporan media-media Israel. [Mel Frykberg]
Translated by Fahri Salam
Edited by Budi Setiyono
Naskah ini dipublikasikan atas kerjasama Yayasan Pantau dan IPS Asia-Pasifik
Edited by Budi Setiyono
Naskah ini dipublikasikan atas kerjasama Yayasan Pantau dan IPS Asia-Pasifik