04 Oktober 2010

Panglima Perang AGAM Segar-bugar


Kondisi kesehatan Panglima Perang AGAM (Angkatan Gerakan Aceh Merdeka), Teungku Abdullah Syafi'ie, ternyata tidak seperti diberitakan selama ini. Tampil sehat dengan pakain loreng dan sebuah pistol terselip di pinggang, Abdullah Syafi'ie yang dikelilingi puluhan pengawal pribadi bersenjata lengkap, merentangkan poster bertuliskan, "I am fine and I still live. My life happily."

Dalam wawancara khusus dengan wartawan Kompas Maruli Tobing dan SCTV di kawasan hutan Pasee, Aceh Utara, Selasa (29/2) petang, Abdullah Syafi'ie mengatakan, berita tentang tertembaknya dirinya dan kondisinya yang sekarat, sengaja dilansir TNI untuk mengalihkan perhatian dari tindakan brutal yang mereka lakukan di Aceh.
   
Ketika ia membuka baju, tidak terlihat ada tanda bekas luka di tubuhnya, bahkan saat menuruni perbukitan, ia berjalan dengan normal.
 
Sebelumnya, mengutip penjelasan Komandan Komando Distrik Militer (Kodim) Pidie Letkol Iskandar MS, Kapuspen TNI Marsekal Muda Graito Usodho mengatakan dalam jumpa pers, kondisi Panglima Perang AGAM Abdullah Syafi'ie dalam keadaan sekarat. Ia tertembak tiga kali di dada dalam suatu penyergapan di Jimjiem 16 Januari lalu. Namun informasi mengenai luka itu sendiri belum bisa dipastikan apakah di dada atau kaki.
   
Sehari sebelumnya, Komandan Kodim Pidie mengirim siaran pers ke berbagai media, yang menawarkan bantuan pengobatan secara cuma-cuma kepada Teungku Abdullah Syafi'ie. Atas nama TNI ia malah menjamin keselamatan Abdullah Syafi'ie hingga sembuh perawatannya. Bahkan setelah sembuh, ia bebas memilih apakah akan memilih RI atau meneruskan perjuangannya.
   
Tidak terjepit
Menurut Abdullah Syafi'ie, ketika terjadi pertempuran di Jimjiem, ia sedang mengadakan rapat dengan komandan-komandan wilayah, jauh dari lokasi pertempuran. "Dari logikanya saja mana mungkin orang yang sama berada di dua lokasi berbeda pada jam yang sama," ujarnya. Abdullah Syafi'ie yang tampak lebih tua dibanding Desember lalu karena berkumis lebat, membantah bahwa pasukannya saat ini dalam posisi terjepit.

"Kami menguasai medan dan sangat mobil. Kami tidak pernah terjepit. Tetapi rakyat memang terjepit, karena menjadi sasaran kebrutalan TNI/Polri," katanya. Namun ia tidak mengelak ketika ditanya soal penambahan senjata baru, seperti pelontar-pelontar roket, untuk membendung serangan TNI/ Polri.
   
Panglima Perang AGAM ini mengimbau agar PBB dan badan-badan dunia lainnya menghentikan kekejaman yang sedang berlangsung di Aceh. Deklarasi PBB secara jelas mengutuk kekejaman terhadap penduduk sipil. Sedang di Aceh yang terjadi adalah pemusnahan suatu bangsa (genocide).

"Dengan dalih mencari anggota GAM, penduduk ditangkap, dibunuh, mayatnya dibuang di pinggir jalan. Rumah mereka digerebek, dibakar, sedang hartanya dijarah. Apakah ini bukan genocide?" ujarnya.

Abdullah Syafi'ie tampak geram ketika ditanyakan soal isu yang dilansir salah satu media di Jakarta yang menyebut dirinya desertir RPKAD tahun 1976. "Ayah saya sangat anti-TNI. Sejak kecil saya sudah dilatih bermain dengan parang. Usia 23 saya gabung dengan Wali Negara Aceh, Dr Teungku Muhammad Hasan di Tiro," ujar pria yang lahir di Peusangan, Kabupaten Aceh Jeumpa, 44 tahun lalu.
   
 Ia menambahkan, TNI sengaja melansir isu ini untuk memecah-belah rakyat Aceh. Apalagi RPKAD yang kemudian berubah menjadi Kopassus, sangat dibenci rakyat akibat kebiadabannya di Aceh selama masa DOM (daerah operasi militer) antara tahun 1989 - 1998.
   
Tidak dikenal.
Ditanya tentang banyaknya pernyataan-pernyataan oleh mereka yang menyebut dirinya GAM, termasuk soal perundingan dengan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di AS dan gencatan senjata, Abdullah Syafi'ie mengatakan tidak mengenal siapa orang-orang itu. "Kami tidak tahu apa dia dan dari mana dia," ujarnya.
   
Ditambahkan, GAM hanya mengenal satu jalur, yakni Teungku Muhammad Hasan di Tiro. Semua pernyataan harus melalui dia. Di luar itu hanyalah penipuan. Sedang mengenai AGAM (sayap militer GAM), melalui dirinya.
   
Sedangkan mengenai MP (Majelis Pemerintahan) GAM, disebutnya sebagai bentukan mantan Presiden Soharto, kemudian diteruskan oleh Habibie. Kelompok ini paling kerap melakukan berbagai manuver politik dari arangnya di Kuala Lumpur, Malaysia, bekerja sama dengan TNI. Mereka juga aktif menyebarkan disinformasi untuk menggoyang GAM yang sebenarnya.

Kompas | Maruli Tobing
Rabu, 1 Maret 2000


Artikel Terkait