Oleh Burhan Sholihin
# Wartawan Tempo
Sepucuk undangan tergeletak di meja saya. Bentuknya biasa saja, dua lembar kertas faksimile yang agak kotor dengan noda-noda tinta. Isinya, nah ini dia, ternyata teramat penting. Pada 9 Mei 2008 Bill Gates atau William Henry Gates III, pendiri Microsoft, akan datang dan berbagi ilmu ke Jakarta.
Inilah Minggu spesial bagi para "pendekar" dunia teknologi informasi di Indonesia. Tak setiap tahun orang sehebat Bill Gates bisa mengejutkan Jakarta. Dari kegemarannya mengutak-atik komputer sejak sekolah--ia pernah mengutak-atik kode program agar bisa main komputer tanpa pembatasan waktu dan agar bisa masuk ke kelas yang banyak cewek cantiknya--Gates menjadi orang yang telah menuliskan sejarah komputer.
Dulu, komputer yang ada ukurannya sebesar lemari. Saat IBM menyodorkan komputer meja seperti ukuran sekarang, Gates menciptakan peranti lunak yang menerjemahkan perintah untuk komputer-komputer meja IBM. Peranti itu dikenal sebagai PC-DOS, yang kemudian bermetamorfosis hingga menjadi Windows Vista seperti sekarang. Berkah kepintarannya, dia menjadi orang terkaya di kolong langit ini dari 1995 hingga 2007, versi majalah Forbes. Kekayaannya US$ 58 miliar (Rp 536 triliun atau separuh dari anggaran belanja negara Indonesia!).
Kini, saat triliuner berusia 53 tahun itu datang ke Jakarta, banyak orang bertanya-tanya, apa yang membuat dia mau datang ke negeri miskin tapi sok kaya ini? Apakah dia datang dengan membawa banyak pencerahan, atau dia datang hanya karena Indonesia adalah pasar gemuk bagi Microsoft di Asia setelah Cina--dilihat dari populasi penduduknya?
Kata-kata Gates adalah petuah. Orang menunggu dia mengemukakan visinya yang jauh melompat ke depan. Lihat saja saat dia berpidato di bekas kampusnya, Harvard University. Ia bilang, asyiknya kuliah di Harvard adalah selain kuliah, mahasiswa bisa mengecap berbagai eksperimen bisnis. Itulah yang dilakukan Gates, mahasiswa yang drop out dari Harvard karena terhipnotis indahnya bisnis peranti lunak. Pada usia 17 tahun, dia telah menghasilkan duit US$ 20 ribu dolar atau Rp 184 juta.
Kalau proyek bisnisnya gagal, kata dia, orang bisa kembali ke Harvard untuk belajar. "Saya akan kembali ke kampus ini bila Microsoft gagal."
Salah satu yang tersihir oleh kata-kata itu adalah Mark Zuckerberg. Mahasiswa itu terpecut dengan pidat Gates. Lalu, dari kamar kosnya di Harvard pada 2004, dia pun menciptakan sistem pertemanan daring (online) untuk teman-teman sekampus, yakni Facebook. Situs ini tiba-tiba menjelma menjadi monster Internet yang menyaingi Friendster. Mereka menjaring 70 juta anggota aktif. Tawaran miliaran dolar pun mengalir dari Yahoo! Viacom. Akhirnya duit miliaran dolar itu mengucur dari Microsoft dan taipan Hong Kong Li Ka-shing.
Gates telah menyuntikkan semangat dan inspirasi luar biasa pada Zuckerberg sehingga pemuda 24 tahun ini menjadi triliuner termuda sejagat, versi Forbes 2008. Kekayaan Chief Executive Officer Facebook ini US$ 1,5 miliar atau Rp 13,8 triliun, cukup untuk mentraktir bakso tiga kali penduduk Jakarta.
Namun, berharap kehadiran Tuan Gates bakal menciptakan Zuckerberg-Zuckerberg baru di Indonesia dalam tempo singkat mungkin agak berlebihan. Mimpi itu terlalu di awang-awang, mengingat buruknya infrastruktur Internet di negeri ini yang dibiarkan begitu saja oleh pemerintah.
Sumber: Jum’at, 09 Mei 2008
Rubrik: Suplemen