LOS ALTOS, CALIFORNIA (IPS) – PARA ulama Arab Saudi memimpin paduan suara dari para khatib yang mendesak kaum Muslim dan Arab mendukung pemberontak Suriah melawan apa yang mereka sebut kekejaman pasukan SyiahPresiden Suriah Bashar al-Assad, yang didukung Iran.
Jumat lalu, imam Masjidil Haram di Mekkah, Sheikh Saud El-Fridayeym, mengeluarkan seruan yang tak biasa untuk umat Muslim agar memberikan bantuan “dengan segala cara” kepada para pemberontak dan warga sipil Suriah yang terperangkap dalam konflik.
Ulama terkenal Saudi, Sheikh Mohammed Al-Erify, menggunakan khotbahnya di sebuah masjid pusat di Kairo, Mesir, untuk menarik ribuan jemaah menyokong kelompok yang melawan rezim Assad dan mendesak para pendengarnya mendaftarkan diri sebagai jihad.
Pada Kamis, puluhan ulama, terutama dari Teluk, berkumpul di Kairo untuk membahas rencana sebuah seruan jihad internasional di Suriah.
Pada 4 Juni, Al-Arabiya, saluran televisi yang didanai Saudi dan biasanya berhaluan liberal, menampilkan pemimpin konservatif Sheikh Youssef Qaradawi, berasal dari Doha, Qatar, untuk mendesak pemberian dukungan terhadap jihad melawan pasukan Hizbullah yang berjuang bersama pasukan Assad di Suriah.
Lonjakan seruan keagamaan itu muncul sepekan setelah milisi Syiah Hizbullah yang dibekingi Iran melancarkan intervensi di Suriah dan memaksa pasukan pemberontak keluar dari kota penting dan strategis Al-Qusair.
Pemberontak menduduki Al-Qusair selama berbulan-bulan. Jatuhnya kota itu menandai pergeseran keseimbangan kekuatan sejak pemberontak angkat senjata pada Desember 2011 dan mengusir pasukan pemerintah dari beberapa kota.
Media, yang dikendalikan pemerintah Suriah, melaporkan bahwa pasukan Assad bergerak ke arah Homs, kubu pemberontak, sementara kantor berita Iran Fars menyebutkan pekan lalu bahwa tentara Suriah memegang kendali atas beberapa wilayah di Suriah.
Konflik internasional
Fatwa jihad oleh para ulama Sunni melawan Assad, seorang Alawi yang merupakan anggota dari cabang minoritas Islam Syiah, muncul begitu Amerika Serikat mengisyaratkan kesediaannya pada Kamis untuk mengirim senjata ke pemberontak di Suriah. Suriah dianggap menerabas “garis merah” dengan menggunakan senjata kimia terhadap rakyatnya sendiri.
Selama sepuluh tahun invasi Soviet terhadap Afghanistan yang dimulai pada 1979, Amerika Serikat dan Arab Saudi memainkan peran serupa, di mana Washington menyuplai senjata ke pejuang mujahidin Afghanistan sementara Arab Saudi membantu pendanaan dan menyediakan pembenaran agama guna melawan pasukan penyerbu Soviet.
Selama beberapa pekan terakhir, media Arab didominasi laporan saksimata di lapangan tentang masuknya para pejuang Syiah, yang diprovokasi Iran, dari Irak, Lebanon, dan Iran ke Suriah untuk memperkuat rezim Assad. Laporan itu menyoroti meningkatnya ketegangan sektarian yang mendasari konflik.
Para ulama Sunni menyalahkan Iran dan Hizbullah yang mengubah konflik antara kedikatorran Assad dan rakyatnya menjadi perang sektarian.
Pemberontakan itu mulanya protes prodemokrasi damai di kota Dera, di bulan-bulan awal Musim Semi Arab yang menyebabkan jatuhnya beberapa diktator. Protes itu dengan cepat memburuk menjadi perang yang menewaskan sedikitnya 93.000 orang, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Khotbah Jumat Shoreym disiarkan secara langsung ke beberapa saluran televisi pan-Arab. Khatib Saudi itu begitu dihormati di banyak negara Muslim Sunni. Khotbah dan pengajiannya seringkali didengar di tempat-tempat umum maupun rumah-rumah.
Dalam khotbahnya yang emosional, Shoreym menangis haru saat mengingat nasib warga sipil, perempuan dan anak-anak, di Suriah.
“Perempuan kehilangan suami, anak-anak menjadi pengungsi, dan rumah mereka tinggal puing-puing oleh kekuatan agresi dan tirani,” ujarnya. “Ini membuat kita semua berkewajiban mengulurkan tangan untuk membantu mereka.”
Sebelumnya Shoreym jarang mengomentari politik, sesuai dengan garis pemerintahan Saudi untuk menjauhkan tempat-tempat suci di Mekkah dan Madinah dari politik sebisa mungkin.
Khotbahnya menandai pergeseran penting dari kebijakan itu, menunjukkan betapa serius situasi di Suriah.
Di Kairo, khotbah satu jam Al-Erify fokus pada pentingnya ikut jihad. “Sejarah modern belum pernah melihat pembantaian seperti yang telah dilakukan rezim itu selama 40 tahun terakhir,” ujarnya.
Al-Erify, ulama yang buku-bukunya laris dan acara TV-nya populer, memperingatkan jika aliansi Syiah yang dipimpin Iran berhasil di Suriah, mereka akan mengejar “anak-anak Muslim di negara-negara lain” dan “membantai mereka seperti yang mereka lakukan di Suriah.”
Seruan Erify, Shoreym, dan Qaradawi merupakan serangkaian fatwa terakhir yang mendesak rakyat melawan pasukan Assad di Suriah.
Pada Kamis, puluhan ulama Sunni, sebagian besar dari Teluk, berkumpul di Kairo untuk mengumumkan “seruan mendesak untuk jihad” di Suriah dan menggalang dukungan publik bagi para pejuang di sana.
“Konferensi itu pasti punya dampak di wilayah itu,” kata Gamal Sultan, editor suratkabar Al-Mesryoon di Kairo. “Dunia membayangkan mereka dapat menjual rakyat Suriah dengan harga murah ke tirani Assad. Para ulama keluar untuk membuktikan anggapan itu keliru.”
Mendokumentasikan kekejaman
Para peserta konferensi, termasuk Ahmed Al Tayeb, imam besar Masjid Al-Azhar, benteng Islam Sunni dan kedudukan prestisiusnya dalam studi agama di Mesir, menonton film dokumenter yang menunjukkan Hizbullah dan pasukan Suriah bertindak kejam terhadap rakyat sipil di wilayah konflik.
Sebuah pernyataan di situsweb International Union of Muslim Scholars, organisasi nonpemerintah pan-Islam yang menggelar konferensi itu, menulis pertemuan itu dirancang untuk “menunjukkan wajah asli Iran, rezim Assad, dan Hizbullah.”
Beberapa peserta konferensi kemudian bertemu dengan Presiden Mesir Mohammed Morsi pada Jumat lalu guna mencoba menggalang dukungan atas seruan jihad.
Media sosial, yang jadi perangkat penting melancarkan Musim Semi Arab, kini dipakai sebagai sarana gigih untuk menunjukkan kekejaman rezim Assad maupun menyerukan jihad melawan Assad.
Awal pekan ini, sebuah video amatir di Youtube menunjukkan anak-anak muda berusaha menyelamatkan seorang gadis Suriah yang terbaring di tengah jalan, setengah telanjang, dan terluka setelah dilaporkan diperkosa oleh pasukan pro-Assad. Satu demi satu mereka ditembak pasukan Assad saat mencoba menolong, dan perempuan itu diyakini tak selamat.
Laman Facebook berbagi foto anak-anak berlumuran darah, tenggorokan mereka digorok, dan tumpukan mayat, termasuk anak-anak, terbaring di bawah reruntuhan. “Sementara Anda duduk menjelajahi Facebook Anda, anak-anak mati sekarat di Suriah,” tulis sebuah posting. [Emad Mekay]
Translated by Fahri Salam
Edited by Budi Setiyono
Naskah ini dipublikasikan atas kerjasama Yayasan Pantau dan IPS Asia-Pasifik
Edited by Budi Setiyono
Naskah ini dipublikasikan atas kerjasama Yayasan Pantau dan IPS Asia-Pasifik