15 Mei 2010

Malik Mahmud:
Kami Siap Bertanding dengan Partai Lain

---------
Malah Tempo Nomor T22340035 Edisi 22/34 Halaman 30
Rubrik Nasional, 31  Jul  2005
--------

SETELAH melewati perundingan yang rumit selama setengah tahun, dan terakhir
pada putaran kelima di Helsinki dua pekan lalu, GAM akhirnya setuju tetap
berada di dalam Republik Indonesia. Salah satu syaratnya, warga Aceh
dibolehkan mendirikan partai lokal. Hal ini cukup mengejutkan banyak pihak.
Tentu, semua sikap GAM itu di bawah kendali Malik Mahmud al-Haytar, 67 tahun.
Sejak tiga tahun lalu, Hasan di Tiro, 87 tahun, pucuk pemimpin GAM yang kini
bermukim di Swedia, menunjuk Malik menjadi perdana menteri. Kini, sang "wali
negara" Hasan di Tiro sudah begitu tua dan dilaporkan sering sakit-sakitan.
Praktis, sehari-hari Malik menjadi orang "nomor satu".

Meski dulu namanya jarang muncul, Malik bukanlah orang baru bagi gerakan
bersenjata itu. Dia adalah Menteri Negara GAM sejak kelompok pemberontakan
itu berdiri pada 1976. Kini, di bawah kendalinya, sejarah politik gerakan itu
tampaknya berubah: memilih damai dan bertarung lewat jalan demokratis.
"Rakyat Aceh sudah terlalu menderita akibat konflik dan juga bencana
tsunami," ujar Malik.

Gaya bicaranya pun kini terdengar agak bijak. Misalnya, dia meminta semua
pihak, baik pendukung GAM maupun RI, agar yakin dan tenang dengan proses
perubahan politik di Aceh nanti. Kepada wartawan Tempo Nezar Patria, Malik
menjelaskan alasan mengapa GAM berkeras menuntut partai lokal. Berikut
petikan wawancara lewat telepon, Rabu pekan lalu.

Mengapa tuntutan partai lokal ini sangat penting bagi GAM?

Sejak berada di dalam Republik Indonesia, rakyat Aceh selalu kecewa. Sebabnya,
pemerintahan yang pernah berdiri di Aceh tak betul-betul mewakili aspirasi
yang berkembang di masyarakat. Dengan pengalaman itu, dalam upaya
penyelesaian masalah Aceh, GAM menuntut agar rakyat Aceh punya partai
politiknya sendiri, yang sesuai dengan aspirasi rakyat Aceh.

Ada kecurigaan, dengan partai lokal itu, GAM hendak menguasai parlemen Aceh
dan lalu membuat referendum untuk merdeka?

Dalam pembicaraan di Helsinki, kita tak pernah menuntut atau malah menyebut
soal referendum. Yang kita minta, partai lokal bisa berdiri di Aceh. Kami tak
pernah keluar dari keperluan tersebut.

Apakah GAM akan bertransformasi menjadi partai politik lokal?

Mendirikan partai politik adalah hak bagi semua orang Aceh, termasuk bagi GAM
sendiri. Kami mau proses demokrasi sungguh-sungguh berlaku di Aceh.

Partai milik GAM itu akan tetap membawa program merdeka?

Sesuai dengan apa yang telah disepakati di dalam memorandum of understanding
(MoU), bahwa Aceh tetap di bawah Republik Indonesia. Dalam konteks itu, ide
merdeka menjadi tidak relevan.

Kesempatan partai lokal pasti akan dipakai juga partai lain yang berbasis
nasional. Apakah GAM siap bersaing dengan kekuatan politik itu?

Ya, secara demokratis kita siap bertanding dengan partai lain.

Artinya, siap bertanding dengan partai nasional seperti Golkar, PPP, PAN, PKS,
dan lain-lain yang selama ini mendominasi politik di Aceh?

Ya, saya rasa demikian.

Anda yakin GAM bisa menang dalam pemilu lokal nanti?

Ya, kami yakin. Soalnya begini. Partai yang bertanding itu, atau partai yang
mewakili GAM itu, adalah partai yang membawa aspirasi rakyat Aceh. Kemudian,
pemilu itu diadakan secara demokratis. Dengan kondisi itu, Kami yakin akan
menang. Insya Allah apa yang diharapkan rakyat Aceh bisa tercapai.

Kalau GAM kalah dalam pemilu, apakah akan kembali ke gerakan bersenjata?

Kalau kalah pun, kami tidak akan kembali ke gerakan bersenjata. Dan memang
bukan itu tujuan kami. Partai lokal yang berbasiskan kepentingan Aceh nanti
akan banyak muncul. Semua orang Aceh akan ikut dalam pemilu lokal nanti.
Karena itu, bagi kami tak ada persoalan siapa menang dan siapa kalah.

Soal pelaksanaan perjanjian damai itu, apakah amnesti lebih dulu atau
pelucutan senjata?

Soal proses, saya belum bisa bicara. Kami terikat MoU. Tapi yang penting
adalah menghentikan konflik lebih dulu, baru proses keamanan bisa berjalan.

Apakah GAM setuju menyerahkan semua senjata?

Menurut perjanjian, begitulah yang akan terjadi.

Panglima TNI bilang penarikan pasukan sejalan dengan pelucutan senjata. Kalau
GAM menyerahkan 30 persen senjatanya, TNI non-organik yang ditarik dari Aceh
juga 30 persen.

Sorry, saya tak bisa berkomentar masalah ini. Soalnya, ada klausul yang
mengatakan, sebelum MoU diteken, kita tak bisa membuka materi kesepakatan itu
ke publik. Saya menghormati kesepakatan itu.

Anda siap kembali ke Aceh untuk bertarung dalam pemilu lokal itu?

Ya. Semua anggota GAM yang sekarang berada di luar Aceh siap pulang.

Termasuk pemimpin GAM Teungku Hasan di Tiro?

Ya, saya rasa demikian.[]

Artikel Terkait