[caption id="attachment_491" align="alignleft" width="300" caption="Muhammad Nazar"][/caption]
Jakarta - Wakil Gubernur Aceh, Muhammad Nazar, yang juga Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi (TKPK) menyatakan angka kemiskinan di Aceh terus menurun asalkan perdamaian terjaga dan berkelanjutan, serta para elit politik tidak mendorong konflik baru walaupun ada yang gagal menjadi kandidat pada pilkada mendatang.
“Pemilukada itu persoalan demokrasi dan butuh kearifan berpolitik, jangan seperti anak anak. Kalau seperti anak-anak maunya merusak terus, tidak mau memperbaiki karena belum paham. Kalau merusak berarti akan berdampak pada peningkatan kemiskinan dan pengangguran, selain menurunkan kualitas demokrasi itu sendiri,” kata Wagub Aceh usai pertemuan pusat dan daerah untuk penguatan kelembagaan serta peran TKPK di daerah yang dibuka Wapres Boediono di Hotel Bidakara Jakarta, Senin (14/11) malam.
Dalam lima tahun terakhir, kata Wagub, pemerintah Aceh berhasil menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran serta peningkatan sumberdaya manusia baik pendidikan maupun kesehatan. Di tahun 2005 angka kemiskinan di Aceh hampir 30%, demikian pula hingga akhir 2006.
“Tetapi akhir 2007 manakala kepemimpinan definitif setelah Pilkada 2006 di tingkat provinsi dan kabupaten/kota telah ada, kemiskinanpun lebih mudah diturunkan secara sistematis,” papar dia.
Kandidat Gubernur dari Demokrat, PPP dan SIRA ini menyebutkan, pada tahun 2007 angka kemiskinan Aceh menurun ke angka 26,65%, 2008 dengan angka 23,53%, tahun 2009 di angka 21,80%, 2010 turun lagi ke angka 20,98%.
“Tahun 2011 ini Insya Allah di bawah 20%. Angka ini memang di atas nasional, tetapi kita menurunkannya dari angka yang sangat parah yaitu hampir 30%,” jelas Kwarda Pramuka Aceh ini.
Menurut dia, kenyataan di lapangan angka kemiskinan lebih kecil lagi jika masyarakat yang telah mampu dan makmur mau mengakui secara jujur ketika disurvei.
“Kalau terus mengaku miskin ya angkanya sulit turun. Dan itu namanya masih memiliki mental miskin walaupun sudah kaya. Ini juga satu masalah yang sering membuat angka kemiskinan masih lumayan tinggi,” lanjut tokoh SIRA ini.
Wagub menambahkan, dalam lima tahun terakhir, telah terjadi penurunan angka kemiskinan dan pengangguran di Aceh secara signifikan. Hanya saja di sektor lapangan kerja, sebutnya, masyarakat Aceh masih pilih-pilih kerja, selain sebahagian masih memiliki perilaku pasif dan konsumtif yang berlebihan.
“Karena itu tugas pemerintah daerah dan semua kita adalah merobah prilaku sosial pasif menjadi produktif, menjadi masyarakat yang mau berfikir dan bertindak ekonomi—selain menyusun dan mefasilitasi berbagai program yang mengarah kepada penciptaan lapangan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” tegas kandidat Gubernur yang menggandeng Ir Nova Iriansyah dalam Pilkada Aceh 2012 ini sebagai wakilnya.
Selain itu, dalam pertemuan yang dibuka Wapres Budiono tersebut, Wagub menyebutkan strategi peningkatan pertumbuhan dan lapangan kerja terutama harus dilakukan dengan pengutamaan pembangunan sektor-sektor yang bisa lebih mudah melibatkan masyarakat seperti pertanian, perkebunan, peternakan, kelautan perikanan, pariwisata, koperasi, usaha kecil menengah dan perdagangan.
“Tentu saja pembangunan infrastruktur mutlak diperlukan untuk menyangga berbagai sektor itu menjadi bisnis utama dan industri rakyat. Sedangkan sektor pertambangan dan mineral boleh saja dimanfaatkan dengan syarat sebesar-besar keuntungan untuk daerah dan rakyat, serta pro lingkungan hidup,” harapnya.
“Secara nasional Alhamdulillah kita telah berhasil memasukkan Aceh dalam Master Plan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI), khususnya untuk menjadi pusat pangan yang lengkap dengan industri dan infrastrukturnya yang direncanakan mulai direalisasikan di lapangan pada 2012 dan seterusnya. Demikian pula kita telah berhasil mendorong pusat menyelesaikan PP Sabang, serta sekarang saya juga sedang memfokuskan dorongan terhadap pusat untuk menyelesaikan Perpres Pertanahan dan PP Migas Aceh sesuai keinginan rakyat Aceh,” sambungnya lagi.
Semua konsep dan aturan, paparnya, merupakan inti dari perekonomian Aceh serta memberi makna otsus yang sesungguhnya. Itu modal dasar bagi pemerintahan dan rakyat Aceh bergerak lebih cepat lagi dalam membangun. Sehingga Aceh bukan saja akan keluar dari kemiskinan, tetapi juga benar benar selamat dan sejahtera.
Tak hanya itu, Wagub mengatakan strategi pengentasan kemiskinan di Aceh harus menyeluruh, terencana dan sistimatis. Apalagi pengaruh konflik yang terlalu lama dan menciptakan kultur sosial serta karakter pemerintahan tersendiri yang kadang-kadang menghambat. Jadi kalau mau kemiskinan itu hilang maka rakyat dan pemerintahan daerah harus memiliki mental siap kaya dan tidak mau miskin.
Secara struktural, pemerintahan harus mengalami perbaikan, termasuk gaya birokrasi berorientasi kantor semata harus ke orientasi lapangan dan praktis-fungsional, terutama dinas dinas dan badan-badan yang memiliki tupoksi pertanian, perkebunan, peternakan, kelautan perikanan, pariwisata, koperasi, industri dan perdagangan serta ke-PU-an, misalnya.
“Dinas dan lembaga ini harus menjadi pemicu kreatifitas, inovasi dan pertumbuhan ekonomi. Kalau mereka bekerja seperti dinas atau badan yang mengurus kepegawaian, ya tidak akan mengefektifkan pembangunan,” singgungnya.
Dalam kesempatan itu, Wagub memaparkan program-program pengentasan kemiskinan sekaligus penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pertumbuhan ekonomi harus menjadi prioritas pada periode pembangunan berikutnya 2012 - 2017 serta berkelanjutan dalam kebijakan APBA/APBK, siapapun yang menjadi pemimpin di Aceh.
“Tentu program-program itu tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan utama kepada sumberdaya manusia, yaitu pendidikan, kesehatan dan nilai agama sebagai modal utama pembangunan,” sambungnya lagi.
Dosis Politik Jangan Over
Lebih jauh, Wagub menjelaskan, keadaan Aceh yang semakin baik dan masih memiliki daya tarik yang mampu menyedot perhatian luar. Perdamaian dan tsunami adalah dua daya tarik yang masih menghadirkan perhatian pusat maupun donor asing.
Tetapi, lanjutnya, daya tarik positif itu dikacaukan oleh kelebihan dosis politik, apalagi kalau kekanak-kanakan, akan kembali melahirkan ketidakpastian. Bahkan prilaku berlebihan dan tidak sehat dalam politik dapat memicu konflik baru.
“Saya yakin kalau konflik yang menderita rakyat dan yang bikin konflik bisa lari ke luar Aceh dengan segala fasilitas yang mereka punyai. Saya dulu termasuk melihat pengalaman itu sepanjang konflik Aceh,” kata dia sembari meminta agar politisi di Aceh berpolitik dengan visi dan strategi yang sehat, dan itu memang bahagian dari tradisi serta peradaban kepemimpinan di dunia.
Namun, harapnya, politik jangan sampai memudharatkan serta memiskinkan rakyat. Cukuplah pengalaman konflik yang kita alami dari generasi ke generasi, jangan ulangi lagi. Malah kita Aceh kehabisan modal karena konflik dan tidak mampu mengembalikannya walaupun sudah damai. “Jangankan mendapatkan untung besar. Yang ambil untung orang lain,” katanya panjang lebar.
Dalam pernyataannya, Wagub mengingatkan siapa saja agar tetap menjaga damai Aceh walaupun sekarang lagi musim memasuki pentas demokrasi Pilkada. Para elit politik diharapkan lebih arif dan lebih mencintai Aceh serta rakyat ketimbang menumpahkan kekecewaan yang kekanak-kanakan karena gagal menjadi kandidat atau penyebab lainnya.
Karena, katanya, kalau para elit kecewa dan kecewa terus karena kelemahan mereka sendiri, lalu menumpahkan kebiasaan pribadi mereka di depan rakyat, ya Aceh rugi terus dan orang orang selalu takut membantu Aceh.
“Jadi, Sayangi saja Aceh, jangan pura pura bilang sayang dan cinta sama Aceh tapi realitas praktisnya justru menumpahkan kebencian terhadap Aceh,” pungkasnya. []
14 November 2011
Aceh Bisa Sejahtera, Asal Politik Tak Over Dosis
✔
Taufik Al Mubarak
Published Senin, November 14, 2011
Share This!
Artikel Terkait
Newsletter
Berlangganan artikel terbaru dari blog ini langsung via email