*Polisi harus mengedepankan pendekatan persuasif
Banda Aceh - Kondisi Aceh selama dua pekan terakhir cukup memberi preseden buruk bagi kondisi Aceh. Tak hanya membuat masyarakat merasa khawatir, tapi juga telah menodai perdamaian Aceh yang selama ini menjadi sorotan banyak pihak, baik di tingkat nasional maupun internasional.
“Penggranatan di Banda Aceh dan penembakan di Aceh Utara, ini telah menambah daftar panjang kasus-kasus teror yang terjadi di Aceh. Ini artinya Polisi belum mampu mencegah terjadinya teror-teror semacam itu,” kata Evi Narti Zain, Direktur Koalisi NGO HAM Aceh di Banda Aceh, Selasa (06/12).
Karena itu kata Evi, polisi harus bekerja maksimal, bukan hanya untuk menangkap pelaku teror, tapi juga harus mampu mencegah terjadinya kembali teror yang semakin meresahkan masyarakat. Tapi ia juga mengingatkan, pengusutan dan pencegahan teror itu tetap harus dilakukan dengan pendekatan-pendekatan persuasif.
“Artinya, jangan sampai kerja-kerja kepolisian kemudian semakin membuat masyarakat resah. Harus dipahami bahwa sebagian masyarakat Aceh masih merasakan trauma konflik. Terutama mereka yang berasal dari kalangan masyarakat korban,” kata Evi. Hal itu menurutnya bukan perkiraan mengada-ngada, tapi berdasarkan pengalaman mendampingin korban konflik pasca konflik Aceh.
Evi mengatakan, dari hasil analisis, ia menyimpulkan bahwa kondisi Aceh saat ini masih aman, tapi tidak nyaman. Kerja-kerja kepolisian kemudian harus mampu memberikan rasa nyaman, bukan malah membuat kondisi masyarakat semakin tidak aman.
“Masih aman, itu bisa dilihat dari aktivitas masyarakat yang masih berjalan seperti biasa. Tapi beberapa masyarakat yang kami ajak bicara mengungkapkan, bahwa mereka sekarang sudah merasa tidak nyaman, khawatir karena beberapa kejadian seperti pelemparan granat di Banda Aceh dan penembakan di Aceh Utara telah memakan korban,” kata Evi.
Pernyataan Kapolda Aceh dan Pangdam IM
Khususnya terkait kasus penembakan di areal perkebunan PT Satya Agung, Krueng Jawa, Kecamatan Geureudong Pase, Aceh Utara pada Minggu (04/12), Koalisi NGO HAM menilai kejadian itu cukup memberi bukti orang-orang yang menebarkan teror dengan senjata api masih berkeliaran bebas di Aceh. “Ada apa ini? Apakah selama ini aparat kepolisian tidak bekerja sehingga mereka bisa menenteng senjata dan melakukan teror?” kata Evi.
Terhadap pernyataan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Aceh dan Panglima Kodam (Pangdam) Iskandar Muda (IM), Evi mengatakan, sebagai langkah untuk mengusut tuntas kasus penembakan tersebut, langkah yang diambil Polda Aceh dan Kodam Iskandar Muda tentu sangat didukung. Namun ia mengingatkan lagi, agar apapun langkah yang diambil jangan sampai menimbulkan korban Pelanggaran HAM.
Sebagaimana diberitakan media lokal di Aceh hari ini, Kapolda Aceh Irjen Pol Iskandar Hasan mengatakan bahwa pihaknya mengirimkan tim pemburu untuk membantu pengejaran tersangka penembakan. Sedangkan Pangdam IM Mayjen TNI Adi Mulyono mengatakan, TNI siap menyerang titik inti pengacau.
“Penanganan ini jangan sampai menimbulkan masalah pelanggaran HAM baru seperti jatuhnya korban dari masayarakat yang tidak bersalah. Apapun alasannya, itu tidak boleh terjadi.”
Menurutnya Evi, khususnya kepada pihak kepolisian, dengan kemampuan yang ada saat ini, Koalisi NGO HAM yakin bahwa sebenarnya polisi mampu menyelesaikan dan mencegah teror kembali terjadi. Tapi melihat kondisi lapangan dimana kasus-kasus teror masih terus terjadi, hal itu telah menimbulkan pertanyaan besar, ada apa sebenarnya? Padahal, dengan konsep Perpolisian masyarakat (Polmas) yang selama terus dibangun oleh kepolisian, seharusnya masalah-masalah yang terjadi di dalam masyarakat seperti teror dan kasus-kasus lainnya bisa diantisipasi secara dini.
“Jadi sekarang ini bukan hanya rasa aman dan nyaman masyarakat yang dipertaruhkan, tapi juga kredibilitas kepolisian, dalam hal ini Kepolisian Daerah Aceh.”[]