18 Mei 2012

Masyarakat Aceh Selatan Peringati Hari Pembantaian

Tapak Tuan - Masyarakat korban konflik di Jambo Keupok, Kecamatan Bahagia, Aceh Selatan melaksanakan doa bersama dan pengajian hingga khatam al qur’an.

Kegiatan tersebut dalam rangka memperingati Sembilan tahun peristiwa pembantaian 16 orang warga yang dilakukan aparat negara saat Aceh berstatus Darurat Milier. Doa bersama yang diikuti 50 warga itu dilangsungkan di kuburuan massal dipimpin pemuka agama setempat.

Destika Gilang Lestari, Koordinator KontraS Aceh, menyatakan peringatan tersebut sangat penting dilakukan masyarakat korban konflik agar tragedi kemanusian di Aceh dimasa lalu tidak terlupakan, dan tidak terjadi lagi dikemudian hari.

“Lagi pula keadilan untuk korban konflik belum terwujud,” sebutnya.

Menurut Gilang, Rancangan qanun Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang telah dibahas di badan legeslatif Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), merupakan tumpuan harapan masyarakat korban konflik di Aceh. Ia berharap Rancangan qanun tersebut dapat segera ditindak lanjuti.

“Draf qanun versi masyarakat sipil sudah dibahas di Banleg, tinggal dilanjuti pembahasan ditingkat yang lebih tinggi,” jelas Destika, Kamis 17 Mai 2012.

“Bila qanun KKR tidak segera diterbitkan, dapat mengurangi keparcayaan masyarakat terhadap legislative,” lanjutnya lagi.

Saburan, salah seorang keluarga korban konflik, menyatakan untuk mengenang tragedi  kemanusian yang merengut korban jiwa orang tua mereka, warga telah membangun tugu peringatan peristiwa di kuburan massal. Selain mencatat nama-nama korban, pada tugu juga ditulis kronologis peristiwa.

“Masyarakat dapat mengingat peristiwa menyedihkan itu dan terus berjuang mencapai keadilan,” ujar Subran.

Saburan, salah seorang keluarga korban, menyatakan seluruh warga Jambo Keupok larut dalam duka hari ini. Seluruh keluarga korban berharap pemerintah dapat memperhatikan nasib keluarga korban. Ia meminta Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), segera membahas qanun Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi demi perwujudan rasa keadilan masyarakat korban konflik di Aceh.

“Keluarga korban ingin dalam qanun ada pengungkapan kebenaran, reparasi dan rekonsiliasi,” kata Saburan. Selain itu, ia berharap dalam reparasi harus memasukan restitusi atau ganti rugi dari pelaku, serta kompensasi yang merupakan ganti rugi dari negara.[]

Artikel Terkait