02 April 2012

Populasi Gajah Sumatera Menurun 35 Persen

Banda Aceh – Kelestarian gajah Sumatera dan Kalimantan (Elephas maximus) saat ini sangat terancam. Populasi gajah Sumatera pada 2007 diperkirakan tersisa 2400-2800 individu, yaitu menurun sekitar 35 persen dari tahun 1992 yang jumlahnya 2800-5000 individu.

[caption id="" align="alignleft" width="300" caption="Gajah terlatih di CRU Manee, Geumpang-Pidie | Foto : Boy Nashruddin Agus"]Gajah Sumatera[/caption]

"Tingginya laju kerusakan habitat, perubahan tataguna lahan, dan tingginya tingkat perburuan dan konflik menjadi faktor langsung maupun tidak langsung turunnya populasi satwa dilindungi tersebut," kata Elephant Program Coordinator, Wildlife Conservation Society (WCS), Indonesia Program, Donny Gunaryadi, Senin (2/4).

Melalui Lokakarya yang digelar oleh Forum Konservasi Gajah Indonesia, bekerjasama dengan sejumlah organisasi konservasi ini diantaranya Fauna-Flora Internasional Wildlife Conservation Society-Indonesia Program dan World Wide Fund for Nature, mengharapkan seluruh pemangku peran, baik lembaga konservasi maupun Pemda, perusahaan, dan masyakarat, dapat berdiskusi membangun strategi dan segera melakukan aksi nyata penyelamatan satwa dilindungi tersebut.

FKGI mencoba mengambil langkah lebih strategis dengan mendepankan komunikasi dalam membantu semua pihak yang terkait dengan upaya Konservasi Gajah di Indonesia. Salah satu agenda penting yang dicanangkan adalah mengkomunikasikan hasil rekomendasi dari pertemuan kali ini di tingkatan Menteri Kehutanan dan jajarannya.

"Kami berharap, langkah konservasi gajah Indonesia akan lebih sinergis dan lebih baik pasca pertemuan yang dilaksanakan di Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam pada 30-31 Maret – 1 April 2012. Acara yang bertajuk Pertemuan Tahunan Forum Konservasi Gajah Indonesia: Aktualisasi Data dan Kondisi Gajah Indonesia Untuk Memperkuat Aksi Konservasi Gajah di Indonesia tersebut akan diikuti oleh sedikitnya 20 orang peserta dari berbagai lembaga/instansi baik di dalam maupun luar negeri."

Sementara itu, Koordinator Program Konservasi Spesies WWF-Indonesia, mengatakan penyelamatan populasi harimau dan gajah sangat tergantung dengan penyelamatan habitat hutannya yang masih tersisa.

"Pembukaan hutan yang memiliki nilai-nilai penting bagi harimau dan gajah harus segera dihentikan dan sudah saatnya tata guna lahan dibangun dengan mengakomodir aspek-aspek ekologis guna mencegah konflik berkepanjangan antara manusia dan satwa liar," katanya.

Analisis Data Citra Satelit menunjukkan bahwa hutan dataran rendah Sumatera menyusut drastis sekitar 8 juta hektar antara tahun 1990- 2000, mengakibatkan hilangnya habitat satwa liar dan memicu terjadinya konflik dengan manusia.

Karena, tambahnya, pada kenyataannya wilayah jelajah gajah juga banyak terdapat di luar kawasan konservasi, maka perlu adanya pengembangan manajemen satwa di areal konsesi perkebunan, HTI, dan lahan masyarakat.

Dengan menerapkan pola-pola pengelolaan yang lebih baik (Better Management Practices), maka diharapkan apresiasi sektor industri, Pemda, serta masyarakat akan meningkat dan dapat hidup berdampingan secara harmonis dengan harimau dan gajah.

"Peningkatan perlindungan terhadap habitat gajah dan harimau juga merupakan komponen yang sangat penting dalam penyelamatan gajah dan harimau ini," katanya.

Perlunya pengamanan habitat berbasis masyarakat dan penegakan hukum yang tegas terhadap kasus pembukaan hutan secara illegal, perburuan dan perdagangan satwa liar. Melalui pertemuan ini diharapkan bisa terkumpul masukan dari berbagai pihak dalam penyusunan road map pelestarian gajah Sumatra dan Kalimantan di masa yang akan datang.

Agar upaya konservasi gajah dapat dilakukan secara efektif, maka diperlukan strategi dan rencana aksi yang komprehensif, aktual, dan didukung oleh para pihak, serta mengedepankan konsep pendekatan “win-win solution” yang sesuai dengan agenda pembangunan berkelanjutan di daerah.[]

Artikel Terkait